Pembatasan kendaraan angkutan barang pada saat libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 menuai tanggapan kontra dari sejumlah pihak. Seperti yang disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, di mana menurutnya pembatasan kendaraan sumbu tiga ke atas tidak memiliki urgensi sama sekali.
Wakil Ketua Aptrindo Jateng dan DIY Bambang Widjanarko mengatakan bahwa pemerintah tidak peka sama sekali terhadap krisis yang terjadi di masa pandemi COVID-19. Menurut penjelasan Bambang, dengan lesunya dunia usaha maka sejak Maret 2020 utilisasi truk-truk anggota Aptrindo Jateng dan DIY masih belum stabil dan sering di bawah 50 persen dari keseluruhan unit yang ada.
Maka dari itu, dengan adanya pembatasan maka dirinya merasa keberatan. Dengan jumlah truk yang ada sekarang saja, menurutnya, pemerintah terkesan sudah kewalahan menyediakan sarana dan prasarana jalan, terlebih jika penindakan terhadap over dimension overload (ODOL) nantinya dilakukan secara rigid benar. Secara otomatis akan ada penambahan minimal 2 kali jumlah truk yang ada.
Baca Juga: Kemenhub Batasi Kendaraan Angkutan Barang Saat Libur Nataru
Dikhawatirkan nantinya bakal ada pembatasan operasional ganjil-genap untuk truk di seluruh jalan nasional. “Pemerintah ini maunya bagaimana? Kok seolah-olah tidak punya sense of crisis,” ujar Bambang mengutip Bisnis.com.
Langkah pembatasan operasional kendaraan angkutan barang, lanjut Bambang, seolah sudah menjadi sebuah opsi yang sering dilakukan pemerintah, khususnya Kemenhub, ketika memasuki momen libur nasional dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Bambang, hal ini sejatinya tidak harus dilakukan di tahun ini.
Ketimbang melakukan pembatasan kendaraan operasional, Bambang menyarankan agar sebaiknya pemerintah melakukan imbauan kepada masyarakat untuk menunda bepergian atau berlibur dahulu. Untuk saat ini, sebaiknya pemerintah mendahulukan kinerja sektor logistik dulu agar bisa menyelamatkan banyak pengusaha angkutan barang dari kebangkrutan massal.
“Bukan malah sebaliknya, membuka pintu lebar-lebar bagi yang akan berlibur dan berpotensi menambah jumlah terinfeksi COVID-19, di sisi lain menahan distribusi barang yang sama sekali tidak berisiko menambah jumlah penularan,” pungkasnya.
Baca Juga: Karya Karoseri, Ini Pilihan Mobil Logistik Baru dari Suzuki
Aturan Larangan Bikin Rancu
Senada dengan Aptrindo, Perkumpulan Perusahaan Multimoda Transportasi Indonesia (PPMTI) juga mengemukakan pendapat terkait pelarangan angkutan sumbu tiga. Menurut PPMTI, aturan larangan tersebut multitafsir dan menjadi rancu.
Seperti yang dikatakan oleh Sekjen PPMTI Kyatmaja Lookman, banyak angkutan ekspor-impor yang masuk dalam kategori kendaraan yang dilarang, tetapi sekaligus dikecualikan. “Mungkin ada tapi saya nggak pernah mengalami langsung kebanyakan kawan-kawan yang ekspor-impor karena mereka dikecualikan. Masalahnya kendaraan exim itu kebanyakan kendaraan sumbu diatas 3 yang dilarang. Jadi lucu juga peraturannya melarang dan tidak dilarang secara bersamaan,” jelasnya.
Berkaitan dengan libur panjang Nataru, Pengusaha angkutan barang meminta agar selama libur panjang pemerintah berlaku tegas dalam urusan pengecualian angkutan barang ekspor impor (eksim). Pasalnya, walau diizinkan beroperasi, banyak pungutan liar dari petugas yang terjadi.
Baca Juga: Bamsoet Dorong Bandara Kertajati Jadi Pusat Logistik E-Commerce
Sementara itu, Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan telah mengirimkan surat kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengeluhkan hal tersebut. Dalam surat bernomor No: 107/DPP-APTRINDO/XI/2020 pada 17 November 2020 tersebut Aptrindo menyampaikan keluhannya.
Keluhan yang dialaminya saat libur panjang sebelumnya mengatakan bahwa pembatasan truk sumbu 3 ke atas dengan pengecualian truk yang berkegiatan ekspor impor disebut sebagai kebijakan tepat, tetapi pada pelaksanaannya terjadi penyimpangan dari yang sudah ditetapkan. Penyimpangan tersebut yakni terjadinya pungutan liar oleh oknum petugas di lapangan bagi truk eksim yang beroperasi.