Meski Pandemi, Pemberantasan Truk ODOL Masih Terus Jalan

Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah sejak lama berupaya untuk memberantas peredaran truk over dimension over load (ODOL) berkeliaran di sejumlah wilayah. Yang terbaru, pihak Kemenhub mengatakan bahwa pemberantasan truk ODOL hingga kini masih terus berjalan meski Indonesia saat ini masih dilanda pandemi COVID-19.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi beberapa waktu lalu. Menurutnya saat ini pemerintah tidak ada niatan untuk melakukan penundaan pemberantasan ODOL atau implementasi program zero ODOL walau sedang dalam masa pandemi COVID-19 seperti saat ini.

“Tidak ada penundaan pelaksanaan Zero ODOL hanya saja kami tengah banyak tugas, tetapi hal ini sudah ada rapat lagi dengan asosiasi. Kami masih jalan terus,” ujarnya seperti mengutip dari laman Bisnis.com.

Baca Juga: Sejumlah Sektor Logistik yang Melaju Pesat di Masa Pandemi

Pelarangan angkutan ODOL melintasi ini sudah ditetapkan dan akan diberlakukan resmi dimulai pada 1 Januari 2023. Jadwal tersebut sebenarnya mundur dari rencana awal di tahun 2021. Kemenhub sendiri mengklaim pihaknya masih memiliki komitmen untuk memberantas peredaran truk ODOL.

Secara aturan penundaan ini hanya berlaku bagi sejumlah industri yang dikecualikan. Sementara truk yang membawa bahan selain industri yang dikecualikan tetap ditilang.

Berdasarkan kesepakatan sebenarnya ada 26 lokasi prioritas yang akan dilakukan pengawasan untuk penanganan ODOL dengan menempatkan petugas dan alat timbang pada 13 lokasi.

Dia memaparkan antara lain Tanjung Priok (Plumpang), Koja (Arah JORR),Semper, Cakung, Rorotan, Cibitung, Cikarang Barat, Karawang Barat, Karawang Timur, Cikopo / Cikampek, Padalarang, Cileunyi dan Kebun Bawang (Arah Bandara).

Baca Juga: Menhub Dorong Pembangunan Infrastruktur Transportasi Laut

Pemberantasan Truk ODOL Dipertanyakan

Pemberantasan Truk ODOL tetap berjalan di masa pandemi COVID-19

Sejatinya tujuan pemerintah dalam memberantas peredaran truk ODOL ini sendiri dilakukan untuk bisa menekan angka kecelakaan lalu lintas. Menurut data, 11 ruas jalan tol yang dikelola oleh PT Jasa Marga Tbk, hingga Mei 2020 terdapat 272 atau 48 persen kecelakaan di jalan tol yang disebabkan oleh truk.

Terbanyak adalah patah sumbu roda atau as, kecepatan rendah sehingga ditabrak dari belakang dan rem blong. Bukan cuma itu, truk ODOL juga dinilai mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp343 triliun karena kerusakan infrastruktur jalan, sehingga menyebabkan kemacetan hingga kecelakaan tadi.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno menyebut sebanyak 29,02 persen kecelakaan tabrak dari belakang di jalan tol melibatkan truk.

“Regulator dan aparat sangat mengetahui kondisi tersebut tetapi tidak dapat berbuat apa-apa, karena patut diduga termasuk oknum yang menikmati buruknya manajemen logistik darat di Indonesia. Sementara, regulator dan aparat hanya fokus pada truk ODOL saja dan ini tidak menyelesaikan akar permasalahannya,” ujarnya.

Meski pemerintah berkomitmen untuk terus memberantas ODOL, pada kenyataannya masih cukup banyak truk ODOL yang berkeliaran. Seperti misalnya sepanjang jalur tol Jakarta hingga Bandung.

Djoko pun meminta permasalahan truk ODOL ini harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Salah satu masalah yang ada adalah lebih memperhatikan masalah uji KIR yang sering tidak taat dan juga mafia bongkar muat.

“Untuk memberantas praktek truk ODOL, sekarang dimulai dari akar masalahnya, yaitu praktek uji kir yang masih memberi izin truk over dimensi, premanisme di pusat bangkitan dan tarikan barang, ormas yang memungut di jalan, pemilik barang yang memaksakan membawa muatan lebih,” imbuhnya.

Sejatinya pemilik maupun awak truk tidak begitu menyukai kendaraan ODOL, karena bisa menghindari kerugian kerusakan. Meski demikian, jika tidak ODOL maka biaya angkut tidak tertutupi.

Exit mobile version