Kelangkaan kontainer atau peti kemas menjadi problematika yang serius, khususnya di kalangan pengusaha. Berbagai macam upaya telah diusulkan guna mengatasi kontainer langka ini, termasuk salah satunya adalah meminta kepada pemerintah untuk memberikan insentif potongan biaya pelabuhan.
Adapun usul mengenai pemberian insentif ini digagas oleh Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno. Menurut Benny, permasalagan kelangkaan kontainer untuk ekspor ini tidak bisa diselesaikan secara langsung oleh pemerintah. Pasalnya, ini kebijakan pasar yang akan menemukan keseimbangan baru.
“Masalah kelangkaan kontainer dan angkutan laut masalah pasar tidak bisa diselesaikan oleh peraturan pemerintah, manakala keseimbangan ekspor dan impor sudah mencapai equilibrium baru maka selesai sudah masalah peti kemas tersebut,” ucap Benny mengutip halaman Bisnis.com.
Baca Juga: Ini Penyebab Kontainer Ekspor Langka Menurut ALFI
Dengan begitu, lanjutnya, pemerintah tidak dapat mengintervensi secara langsung permasalahan tersebut. Di sisi lain, eksportir harus bisa menerima konsekuensi dari kelangkaan kontainer yang berujung pada meningkatnya harga freight (biaya angkut), serta keterbatasan pengangkutan dan pelayaran memberikan pelayanan dengan harga berlipat.
Pemerintah sendiri, menurut Benny, hanya bisa memberikan keringanan berupa potongan biaya pelabuhan hingga 50 persen. Hal tersebut dinilai tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pengurangan biaya angkut. Meski demikian, hal tersebut sudah cukup membuktikan kepedulian pemerintah.
“Yang bisa diperbuat pemerintah adalah biaya pelabuhan diberikan diskon 50 persen. Memang tidak [signifikan], hanya paling tidak ada empati pemerintah terhadap kesulitan pelaku ekspor,” terangnya.
Seperti diketahui, kelangkaan peti kemas ini memberikan kejutan tersendiri di tengah perdagangan global yang belum pulih akibat pandemi COVID-19. Kelangkaan peti kemas ini menyebabkan menaikkan harga pembelian peti kemas baru dan tarif sewa hingga 50 persen, mengganggu lalu lintas pelabuhan, menimbulkan biaya tambahan, hingga memperlambat pengapalan menjelang liburan.
Baca Juga: Jelang Soft Launching, Kemenhub Coba Aktivitas Ekspor Pelabuhan Patimban
Salah satu penyebab kelangkaan kontainer kosong ini tak lain karena terjadi lonjakan ekspor China dan permintaan konsumen yang kuat di Amerika Serikat. Bahkan, perusahaan pelayaran besar, seperti Hapag-Lloyd AG, berusaha keras reposisi kontainer berukuran 40 kaki dari pelabuhan-pelabuhan yang kurang sibuk.
Direktur Logistik Peti Kemas Global Hapag-Lloyd Nico Hecker menjulukinya sebagai momen ‘angsa hitam’. Perusahaan angkutan laut asal Jerman itu mengalami kenaikan permintaan kontainer 40 kaki terkuat setelah mengalami penurunan permintaan terdalam yang pernah ada akibat pandemi.
Sementara itu, mengacu dari data Container x Change, sebuah platform online yang berbasis di Hamburg, Jerman, indeks ketersediaan kontainer 0,04 khusus untuk kontainer 40 kaki di Los Angeles, sedangkan di Shanghai 0,22. Pada skala nol hingga 1, semakin kecil skala menunjukkan semakin kekurangannya terhadap kontainer.
Baca Juga: Kinerja Kargo Internasional AP Logistik Belum Pulih