Melindungi para UMKM dan koperasi yang sudah mulai banyak bermian diranah digital atau go digital, pemerintah akan memastikan untuk memberikan perlindungan dari rawannya praktik “cross-border ilegal” di platform e-commerce.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) diwakili Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah Hanung Harimba Rachman, Staf Khusus MenkopUKM Fiki Satari, dan Direktur Bisnis dan Pemasaran SMESCO Wientor Rahmada yang menerima perwakilan pengusaha pemegang hak impor produk kecantikan internasional, yaitu Sociolla, Nature Republic, dan PeriPera melakukan audiensi terkait dugaan praktik cross border ilegal yang terjadi dalam platform e-commerce di Indonesia.
Dalam audiensi tersebut, para pelaku usaha menyampaikan keluhan dan paparan data perihal potensi terjadinya praktik cross border ilegal pada platform e-commerce yang berujung buruk tidak hanya untuk pengusaha pemegang hak impor resmi, namun juga pelaku UMKM lokal.
BACA JUGA : Ini Caranya UMKM Naik Kelas, Jangan Standar Aja
Produk asing ilegal yang berharga sangat murah dan belum tentu asli bisa mengancam produk UMKM lokal. Potensi kerugian negara juga sangat besar akibat praktik cross border ilegal karena tidak ada pajak yang dibayarkan.
Produk ilegal yang banyak dikeluhkan adalah barang-barang lartas (kimia, kosmetik, obat, dan lain-lain). Produk tersebut diimpor dan beredar tanpa izin melalui e-commerce.
Praktik tersebut menyebabkan banyaknya produk palsu dan ilegal di luar akun merchant resmi dengan harga yang jauh lebih murah beredar melalui e-commerce karena tidak mengurus izin BPOM dan diduga tidak membayar pajak sesuai peraturan.
Franseda, salah satu peserta audiensi yang merupakan pemilik hak impor eksklusif Nature Republik menyatakan sangat berterima kasih atas kesempatan audiensi yang diberikan.
“Kami merasa perlu menyampaikan temuan, kerugian, dan ketidakadilan, serta kemungkinan efek negatif yang dapat timbul di kemudian hari bagi perekonomian di Indonesia khususnya bagi pelaku UMKM,” katanya.
Para pelaku berharap agar tindak lanjut dan upaya pelindungan terhadap pelaku usaha dapat segera digulirkan. Franseda menambahkan, selama ini proses legal terus mereka lakukan, baik dari laporan, aduan, dan lainnya, tapi praktik ilegal terus terjadi.
BACA JUGA : Jokowi Gaungkan Benci Produk Asing, DPR Berikan Dukungan Tapi …
Menanggapi hal tersebut, Hanung menegaskan pelindungan pemerintah terhadap UMKM terkait produk yang masuk dari negara lain telah dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019 yang menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari 75 dollar AS menjadi 3 dollar AS. Barang impor di atas 3 dollar AS dikenai tarif pajak sebesar 17,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, dan PPh 0%.
Di sisi lain PP 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga telah mengatur berkenaan aktivitas perdagangan melalui platform digital seperti e-commerce.
“Sebagaimana diketahui bahwa saat ini terjadi peningkatan perdagangan produk-produk asing yang diperjualbelikan melalui aplikasi e-commerce lintas negara (cross-border e-commerce). Meskipun masih tumbuh sangat kecil, tetapi pemerintah mengkhawatirkan gempuran produk-produk asing ilegal yang trennya terus mengalami peningkatan akan merugikan perekonomian Indonesia,” kata dia.
Di sisi lain pemegang hak impor mengeluhkan praktik cross border ilegal yang terjadi di e-commerce menyebabkan perusahaan mereka sebagai pemegang lisensi resmi untuk mengimpor produk-produk tersebut dirugikan.
Jika praktik cross border tidak diregulasi dengan baik, maka akan merugikan banyak pihak. Pengusaha akan mengalami kerugian karena produk mereka akan kalah bersaing dengan produk cross border ilegal yang harganya jauh lebih murah.
Konsumen juga akan dirugikan karena keaslian dari produk cross border ilegal tidak dapat dipertanggungjawabkan dan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan serta keselamatan konsumen. Selain itu negara juga akan dirugikan karena adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat tidak adanya penerimaan pajak dari produk cross border ilegal tersebut.
Komitmen keberpihakan yang kuat dan pelindungan terhadap UMKM tercermin dari berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Lewat UU tersebut, UMKM diberikan kemudahan dari perizinan, akses pasar, rantai pasok, hingga akses pembiayaan.
BACA JUGA : Awas, Banyak E-commerce Curang yang Bunuh UMKM
Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM juga telah resmi diundangkan.
“PP ini menjadi krusial sebagai upaya pemerintah melindungi UMKM dari praktik predatory pricing. KemenkopUKM akan memastikan pelindungan terhadap produk Koperasi & UMKM menjadi prioritas utama,” pungkas Hanung.