JNEWS – Salah satu jenis rumah adat Sulawesi Selatan adalah rumah adat Tongkonan. Bentuknya rumah panggung persegi panjang dengan atap yang menyerupai perahu, meski sering kali diidentikkan dengan tanduk kerbau.
Menurut informasi yang ada di situs Jadesta Kemeparekraf, rumah adat Tongkonan milik suku Toraja ini dibuat dari kayu yang bisa bertahan hingga 100 tahun. Proses pembuatannya dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan paku, dan atapnya dibuat dari bambu. Biaya pembangunannya dapat mencapai Rp500.000.000. Saat ini, rumah adat Sulawesi Selatan ini menjadi simbol bagi keluarga besar keturunan pemiliknya.
Mengenal Lebih Dekat Rumah Adat Sulawesi Selatan: Rumah Adat Tongkonan
Rumah adat Tongkonan merupakan rumah adat suku Toraja, Sulawesi Selatan, dan berhubungan dengan filosofi Aluk Todolo. Rumah ini menjadi simbol martabat keluarga Toraja, sehingga pembangunannya dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
Desain, posisi, dan tiang-tiang rumah adat ini memiliki nilai serta arti yang berbeda-beda. Posisi rumah menghadap ke utara, yang melambangkan lokasi Puang Matua Yang Mahakuasa.
Saat ini, rumah adat Tongkonan jarang digunakan sebagai tempat tinggal karena masyarakat lebih memilih membangun rumah biasa. Rumah adat ini sekarang lebih sering difungsikan sebagai pusat budaya masyarakat Toraja.
Meski demikian, tetap ada satu desa adat yang mempertahankan rumah tongkonan ini, yakni di Desa Adat Kete Kesu.
Baca juga: 13 Desa Adat Indonesia yang Telah Menjadi Ikon Wisata Budaya
Ciri Khas dan Keunikan Rumah Adat Sulawesi Selatan Tongkonan
Atap rumah adat Tongkonan memiliki bentuk menyerupai perahu. Atap ini menjadi simbol bahwa leluhur masyarakat Toraja menggunakan perahu untuk sampai ke Pulau Sulawesi. Ciri khas dan keunikan lainnya adalah sebagai berikut.
1. Bangunan Berbentuk Pohon Pipit
Pada tahap awal perkembangan, rumah adat Sulawesi Selatan ini berbentuk seperti pohon pipit. Keunikan ini terletak pada bangunan yang berada di atas pohon dan terbuat dari susunan ranting pada dahan besar. Atapnya dibuat dari rumput yang disusun mirip sarang burung pipit.
2. Atap Berbentuk Perahu
Atap rumah adat Sulawesi Selatan ini berbentuk perahu dengan ujung-ujung menyerupai busur. Legenda Toraja menyebutkan bahwa nenek moyang mereka datang dari utara melalui laut dan terperangkap dalam badai. Perahu yang rusak kemudian dijadikan atap rumah dengan arah menghadap utara.
3. Patung dan Tanduk Kepala Kerbau
Keunikan lainnya adalah terpasangnya patung kepala kerbau di bagian atas rumah. Terdapat tiga jenis patung kepala kerbau, yakni hitam, putih, dan belang. Sementara, di bagian bawah atap yang menjulang, terdapat tanduk kerbau. Jumlah tanduk kerbau melambangkan jumlah pemakaman yang telah dilakukan oleh keluarga pemilik rumah dan juga mencerminkan status sosial mereka. Semakin banyak tanduk kerbau, semakin tinggi status sosialnya.
Selain itu, sering ditemui patung naga atau kepala ayam yang menandakan bahwa pemilik rumah adalah orang yang dihormati.
4. Ornamen Unik dengan Empat Warna Dasar
Rumah adat Sulawesi Selatan ini umumnya dihiasi berbagai ornamen unik dengan warna dominan hitam dan merah. Dinding dan atap dihiasi desain spiral, geometris, serta motif kepala kerbau dan ayam jantan yang diwarnai putih, merah, kuning, dan hitam.
Warna-warna ini memiliki makna tersendiri dalam Aluk To Dolo, agama asli Toraja. Hitam melambangkan kegelapan dan kematian, kuning melambangkan berkat dan kuasa Tuhan, putih berarti kemurnian, dan merah melambangkan darah dan kehidupan.
5. Konstruksi Tanpa Paku
Struktur rumah adat ini adalah rumah panggung yang dibuat di atas tiang kayu. Atapnya terbuat dari bambu berlapis, dan konstruksinya dirakit tanpa menggunakan paku. Bahan-bahannya meliputi daun kelapa, rotan, dan berbagai jenis kayu seperti ulin dan jati. Rumah ini memakai konstruksi yang serupa di seluruh wilayah.
Fungsi dan Bagian Rumah Adat Sulawesi Selatan
Setiap ruang dan jenis rumah adat Sulawesi Selatan ini memiliki fungsi yang berbeda. Berikut penjelasannya.
1. Banua Sang Borong
Juga dikenal sebagai barung-barung atau sang lanta, banua sang borong adalah bangunan yang hanya memiliki satu ruangan tanpa sekat. Ruangan ini sering digunakan untuk berbagai kegiatan yang melibatkan banyak orang. Bangunan ini sering dibangun untuk utusan dari penguasa adat.
2. Banua Duang Lanta
Banua duang lanta adalah rumah tradisional yang umumnya merupakan rumah keluarga tanpa peranan adat khusus. Bangunan ini memiliki dua jenis ruang: sali dan sumbung. Sumbung terletak di bagian selatan dan digunakan sebagai tempat beristirahat. Sali biasanya berada di bagian utara rumah, lebih rendah 30-40 cm dari sumbung. Ruang ini lebih luas dan panjang, digunakan untuk memasak dan menyimpan jenazah sebelum upacara.
Selain itu, rumah ini juga berfungsi sebagai Tongkonan batu a’riri, atau banua pa’rapuan, yaitu rumah persatuan keluarga dari golongan rendah yang disebut kasta tana’ kua-kua atau tana’ karurung.
3. Banua Tallung Lanta
Jenis rumah adat Sulawesi Selatan satu ini terdiri dari tiga bagian: tangdo, sali, dan sumbung. Tangdo berada di utara rumah dan digunakan sebagai kamar tidur wanita yang belum menikah. Sali adalah ruang tamu utama keluarga, dilengkapi dengan perapian di bagian timur.
Terdapat kotak kayu persegi panjang atau ‘dapo’ sebagai tempat memasak dan perapian karena cuaca Toraja yang dingin.
Sali juga digunakan sebagai tempat tidur pria yang belum menikah. Sumbung berada di selatan rumah, digunakan sebagai tempat beristirahat tuan rumah dan istrinya serta menyimpan barang berharga dalam keranjang besar yang disebut ‘batutu’.
Banua tallung lanta biasanya memiliki peranan sebagai Tongkonan kaparengngesan (pekaindoran atau pekambaran), yaitu sebagai pusat pemerintahan adat Toraja. Ada juga banua tallung lanta yang tidak memiliki peranan adat dan disebut Tongkonan batu a’riri milik bangsawan sebagai rumah pertalian keluarga.
Simbol-simbol seperti kepala kerbau (kabongo), kepala ayam (katik), dan tiang tengah (a’riri posi’) digunakan untuk membedakan kedua jenis tongkonan ini. Ukiran seperti matahari (pa’barre allo), kepala kerbau (pa’ tedong), ayam jantan (pa’ manuk londong), dan jalur-jalur lurus (pa’sussuk) juga menjadi pembeda.
4. Banua Patang Lanta
Banua Patang Lanta terbagi menjadi dua bagian: di lalang tedong dan di salembe. Bangunan ini memiliki empat ruang: inan kabusungan di bagian selatan sebagai ruang utama untuk menyimpan peralatan adat dan pusaka, sumbung sebagai kamar tidur, sali tangnga yang lebih panjang sebagai tempat kegiatan keluarga, dan sali iring sebagai ruang paling rendah untuk menerima tamu keluarga atau tempat istirahat asisten rumah tangga.
Baca juga: Keunikan Rumah Adat Minangkabau: Arsitektur, Sejarah, dan Fungsinya
Rumah adat Sulawesi Selatan, khususnya Tongkonan, bukan hanya sebuah bangunan, tetapi juga simbol kebudayaan dan identitas masyarakat Toraja. Setiap detail dari rumah ini, mulai dari bentuk atap hingga ornamen-ornamennya, mencerminkan nilai-nilai tradisi yang kaya dan mendalam.
Dengan mengenal lebih dekat Rumah Adat Tongkonan, kita dapat lebih menghargai warisan budaya yang diwariskan oleh leluhur dan pentingnya menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi mendatang.