Sejarah Jam Gadang: Ikon Kota Bukittinggi yang Sarat Makna

JNEWS – Jam Gadang merupakan simbol kebanggaan dan sejarah bagi Kota Bukittinggi. Terletak di jantung kota, menara ini menjadi pusat perhatian dengan arsitekturnya yang unik dan cerita di balik pembangunannya yang bersejarah. Jam ini lebih dari sekadar penunjuk waktu bagi masyarakat Kota Bukittinggi.

Sebagai saksi bisu peristiwa penting di Indonesia, ada kisah melintasi zaman kolonial Belanda, pendudukan Jepang, hingga era kemerdekaan dibawa oleh kehadiran menara jam ini.

Sejarah Jam Gadang

Sejarah Jam Gadang: Ikon Kota Bukittinggi yang Sarat Makna

Bukittinggi pernah menjadi ibu kota negara selama masa pemerintahan darurat Republik Indonesia, selama kurang lebih tujuh bulan. Selain itu, kota ini juga sempat menjadi pusat pemerintahan untuk Provinsi Sumatra secara keseluruhan dan Provinsi Sumatra Tengah. Lokasi pusat pemerintahan berada di area Jam Gadang, yang merupakan ikon penting kota tersebut.

Setiap sisi menara ini memiliki jam dengan diameter 80 cm. Di bagian loncengnya, terdapat tulisan nama pabrik pembuat jam, Vortmann Recklinghausen. Nama tersebut merujuk pada Benhard Vortmann sebagai pembuat dan Recklinghausen di Jerman sebagai lokasi pembuatan mesin jam tersebut pada tahun 1892.

Dikutip dari situs Indonesia Travel, pembangunan menara jam ini dimulai antara tahun 1926 dan 1927 oleh Hendrik Roelof Rookmaaker, yang saat itu menjabat sebagai sekretaris Kota Fort de Kock, nama lama Bukittinggi. Jam tersebut merupakan hadiah dari Ratu Wilhelmina dari Belanda. Arsitektur menara ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, seorang arsitek lokal dari Koto Gadang. Selain itu, ada pula peranan Haji Moran dan mandornya, Sutan Gigi Ameh, sebagai pelaksana pembangunan.

Menara ini dibangun tanpa menggunakan besi tulangan penyangga sama sekali. Sebagai gantinya, bahan yang dipakai adalah campuran semen, putih telur, dan pasir putih. Metode ini menunjukkan keahlian dan pengetahuan konstruksi lokal pada waktu itu.

Sejak pembangunannya, menara jam kebanggaan masyarakat Bukittinggi ini telah mengalami tiga kali renovasi atap. Pada awalnya, saat masih di bawah pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap timur di atasnya. Selama pendudukan Jepang, atap diubah menjadi bentuk pagoda. Setelah kemerdekaan Indonesia, atapnya diubah lagi menjadi bentuk atap gonjong, yang merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau.

Baca juga: Keunikan Rumah Adat Minangkabau: Arsitektur, Sejarah, dan Fungsinya

Fakta-Fakta Menarik tentang Jam Gadang

Dari sejarahnya yang panjang, ada beberapa hal menarik dan unik yang dapat ditemui di menara jam ini. Di antaranya seperti berikut.

1. Bangunan Cagar Budaya

Jam Gadang di Bukittinggi diresmikan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan yang bernomor PM.05/PW.007/MKP/2010 pada tanggal 8 Januari 2010. Pengakuan ini diberikan karena bangunan ini memiliki nilai yang sangat penting dalam berbagai aspek, termasuk sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.

Status cagar budaya ini membantu dalam pelestarian dan pengelolaan menara jam tersebut sebagai saksi bisu peristiwa penting yang telah berlalu, serta menjadi pusat pembelajaran dan kebudayaan bagi generasi mendatang.

2. Angka Jam

Salah satu hal terunik lain yang bisa ditemukan di menara jam ini adalah angka yang tertera pada jam, yakni pada penunjuk jam keempat. Alih-alih menggunakan format angka Romawi standar ‘IV’, angka tersebut ditulis sebagai ‘IIII’. Perbedaan ini mungkin tidak langsung terlihat, tetapi cukup mencolok bagi yang menyadarinya.

Tradisi menggunakan ‘IIII’ untuk angka empat bukan tanpa alasan. Ada sebuah narasi yang mengatakan bahwa pada zaman kolonial, Belanda mungkin memiliki kekhawatiran simbolis terhadap penulisan ‘IV’, yang dapat diartikan sebagai ‘I Victory’, atau ‘Saya Menang’. Penulisan tersebut dianggap bisa memicu semangat perlawanan di Bukittinggi yang berpotensi membahayakan kekuasaan kolonial.

Meski demikian, kebenaran di balik alasan perubahan penulisan angka ini masih belum terkonfirmasi secara pasti. Cerita ini menambah lapisan sejarah dan misteri terhadap Jam Gadang, memperkuat statusnya sebagai ikon kultural yang penting.

3. Mesin Jam Hanya Dua di Dunia

Mesin yang menggerakkan Jam Gadang dibawa langsung dari Belanda. Namun sebenarnya, mesin ini berasal dari Jerman, diimpor melalui Pelabuhan Teluk Bayur.

Detail ini tercatat pada lonceng jam yang menunjukkan nama pabrik pembuatnya, Vortmann Recklinghausen. Selain itu, pada bagian lemari komponen mesin juga terdapat tulisan “Abs B Vortmann, Turmuhrenfabrik I W Germany”, dan pada roda gigi terdapat inskripsi “B Vortmann, Recklinghausen – 1926”.

Fakta menarik lainnya adalah hanya ada dua mesin jam seperti ini yang diproduksi. Yang satu lagi digunakan oleh Big Ben di London, yang berada di utara Istana Westminster. Hal ini tentunya menambah nilai historis dan konektivitas global pada Jam Gadang sebagai monumen bersejarah.

4. Tidak Dibuka untuk Umum

Akses ke menara jam ini dibatasi dan tidak terbuka bagi publik umum, hanya tersedia untuk situasi khusus. Kebijakan ini diterapkan untuk melindungi keamanan pengunjung serta menjaga kondisi jam tersebut.

Bagi yang berkesempatan naik ke puncak menara ini, pengalaman yang ditawarkan sangat memikat. Pengunjung akan disambut dengan embusan angin sejuk serta pemandangan Kota Bukittinggi yang menawan. Akan terlihat panorama perbukitan dan rumah-rumah warga menyatu dengan lanskap alam.

Panduan Wisata ke Jam Gadang

Jam Gadang di Bukittinggi dikenal sebagai titik nol kota karena posisinya yang strategis tepat di tengah-tengah kota. Dari Bandara Internasional Minangkabau, jaraknya sekitar 72 kilometer, dengan waktu tempuh kurang lebih dua jam.

Lokasi tepatnya berada di Jalan Raya Bukittinggi-Payakumbuh, Benteng Ps. Ateh, Sumatra Barat. Kawasan di mana jam ini berada buka 24 jam setiap hari. Bagi siapa pun yang ingin mengunjunginya, tidak perlu khawatir tentang biaya tiket karena masuk ke area ini gratis.

Baca juga: Sejarah Monas dan Filosofi di Balik Desainnya

Sebagai monumen yang telah melalui berbagai zaman, Jam Gadang tetap berdiri sebagai simbol dari keindahan yang lestari dan semangat yang tak pernah pudar. Sebagai titik fokus dari banyak pertemuan dan perayaan, Jam Gadang akan terus menginspirasi dan mempersatukan warga serta pengunjung yang datang untuk menyaksikan keagungan dan cerita yang terukir di balik angka dan jarum jamnya.

Exit mobile version