JNEWS – Sound horeg belakangan ini jadi perbincangan di banyak daerah, terutama di Jawa Timur. Fenomena ini memang unik dan punya daya tarik tersendiri. Di satu sisi, ada semangat hiburan rakyat yang spontan dan meriah. Tapi di sisi lain, ada juga berbagai reaksi dan tanggapan dari masyarakat sekitar yang ikut terdampak.
Banyak yang bertanya-tanya, dari mana sebenarnya budaya ini berasal dan kenapa bisa menyebar luas? Di artikel ini, akan dibahas lebih dalam soal latar belakang kemunculannya, hingga kenapa sound horeg kadang jadi kontroversi di lingkungan masyarakat.
Apa Itu Sound Horeg?
Istilah sound horeg sebenarnya cukup unik dan menarik. Kata ini terbentuk dari gabungan dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Jawa. “Sound” dalam bahasa Inggris berarti suara, sementara “horêg” dalam bahasa Jawa merujuk pada kondisi ketika sesuatu bergetar.
Jadi, kalau digabung, maknanya kurang lebih menggambarkan suara yang bikin badan ikut bergetar, sesuatu yang memang sangat terasa kalau berdiri dekat speaker berdaya tinggi. Nama ini mencerminkan pengalaman fisik yang ditimbulkan oleh dentuman suara keras dari speaker, sensasi yang terasa langsung di tubuh.
Awal mula sound horeg bisa ditelusuri ke era tahun 2000-an. Saat itu, alat pengeras suara atau sound system mulai sering digunakan oleh masyarakat, terutama di daerah pedesaan, sebagai hiburan sederhana untuk acara-acara hajatan seperti pernikahan atau sunatan. Biasanya, musik yang diputar pun seadanya. Tapi tetap jadi hiburan meriah karena suara yang dihasilkan cukup kencang dan menggema ke seluruh kampung. Di masa itu, sound system belum terlalu canggih. Tapi cukup ampuh untuk menghidupkan suasana.
Lalu, sekitar tahun 2014, muncul tren baru di Malang, Jawa Timur. Sound system tidak lagi cuma jadi pelengkap acara. Tapi justru menjadi inti acaranya. Fenomena ini dikenal sebagai sound horeg.
Di sini, masyarakat mulai menggabungkan unsur hiburan modern dengan nuansa tradisional. Acara ini biasanya diadakan malam hari, dengan iringan lampu kelap-kelip, lagu-lagu remix, dan truk-truk yang dimodifikasi khusus membawa speaker besar. Anak-anak muda berkumpul di pinggir jalan, ikut bergoyang mengikuti irama.
Aktivitas ini kemudian makin berkembang pesat. Di daerah Malang Selatan, fenomena ini tumbuh subur. Tak butuh waktu lama sampai tren ini menyebar ke kota dan kabupaten lain di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Beberapa daerah yang cukup dikenal dengan sound horeg antara lain Blitar, Jember, Pati, Kudus, Demak, dan Rembang.
Seiring waktu, peralatan yang digunakan pun makin canggih. Kalau dulu hanya speaker biasa, sekarang sudah memakai sistem audio besar yang mendekati standar diskotik. Bahkan, banyak yang terinspirasi dari sistem hiburan di kota besar seperti Jakarta.
Dentuman bass yang kuat, tata lampu yang meriah, dan gaya musik remix kekinian jadi ciri khas yang menonjol. Jadi, meskipun lahir dari akar budaya lokal, fenomena ini tetap berkembang mengikuti zaman. Kini, bukan cuma jadi bagian dari hajatan, tapi juga identitas budaya populer anak muda di beberapa daerah.
Baca juga: Ragam Tarian Jawa Timur dan Makna di Baliknya
Mengapa Sound Horeg Menjadi Kontroversi di Masyarakat?
Meskipun banyak yang menganggap sound horeg sebagai hiburan rakyat yang seru dan penuh semangat, kenyataannya tidak semua orang merasa nyaman dengan kehadirannya.
Di beberapa tempat, justru muncul keluhan dan penolakan dari warga sekitar. Ada yang merasa terganggu, ada juga yang khawatir dengan dampak sosialnya. Hal ini bikin fenomena ini menjadi kontroversi.
Supaya lebih jelas, berikut ini beberapa alasan kenapa kemunculannya kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
1. Suaranya Terlalu Keras dan Bikin Lingkungan Kurang Nyaman
Sound horeg memang dikenal karena suaranya yang menggelegar. Volume speakernya bisa sangat besar sampai getaran bass-nya terasa di dinding rumah sekitar.
Buat yang tinggal dekat lokasi, ini bisa jadi sumber stres. Apalagi kalau acaranya malam hari dan berlangsung sampai larut. Banyak warga merasa terganggu, karena tidak semua orang ingin ikut pesta atau mendengar musik keras di waktu istirahat.
2. Acara Sering Bikin Lalu Lintas Macet atau Terganggu
Biasanya, sound horeg digelar di jalan umum atau lapangan terbuka yang tidak jauh dari permukiman. Truk-truk modifikasi bawa speaker besar parkir di tengah jalan. Orang-orang pun berkerumun di sekitarnya. Ini bikin arus kendaraan tersendat atau bahkan harus ditutup total. Kemacetan pun kerap terjadi.
3. Kerusakan Infrastruktur
Salah satu dampak yang paling sering terjadi dari sound horeg adalah potensi kerusakan fisik pada infrastruktur di sekitarnya. Suara yang dihasilkan sistem audio ini punya getaran kuat, terutama dari frekuensi bas yang dipompa terus-menerus dalam volume tinggi.
Getaran ini, jika berlangsung lama dan intens, bisa memengaruhi kestabilan bangunan, terutama yang konstruksinya sudah tua atau tidak dirancang untuk menerima tekanan suara semacam itu. Retakan kecil bisa muncul di dinding rumah, plafon bisa bergeser, bahkan sambungan pada jembatan atau struktur jalan bisa terganggu.
Kalau hal ini terjadi terus-menerus dan tidak dikendalikan, bukan tidak mungkin akan menimbulkan kerugian materiil yang serius. Jadi, meskipun terkesan sepele, dampak teknis seperti ini patut jadi perhatian bersama, apalagi kalau acara diadakan dekat kawasan padat penduduk atau fasilitas umum.
4. Potensi Bahaya Kesehatan
Paparan suara berfrekuensi tinggi dalam volume besar, apalagi dalam jangka waktu yang lama, bisa berdampak langsung pada kesehatan, khususnya pendengaran. Telinga manusia punya batas kemampuan untuk menerima suara keras. Kalau batas ini dilewati terus-menerus, bukan cuma bikin telinga berdenging sesaat, tapi bisa menyebabkan kerusakan permanen pada sel-sel pendengaran.
Banyak orang mungkin belum menyadari bahayanya karena dampaknya tidak terasa langsung. Tapi jika sering berada di sekitar sound system bervolume tinggi tanpa pelindung telinga, risiko kehilangan pendengaran makin besar. Tidak hanya itu, efek lain seperti sakit kepala, gangguan tidur, hingga meningkatnya stres juga bisa muncul akibat paparan suara keras secara terus-menerus.
Baca juga: Kesenian Suku Jawa: Wayang Kulit, Gamelan, dan Tari Tradisional
Sound horeg memang jadi bentuk hiburan yang unik dan punya daya tarik tersendiri. Tapi apa pun bentuknya, hiburan tetap perlu memperhatikan kenyamanan orang lain di sekitarnya.
Bukan soal dilarang atau tidak, tapi soal bagaimana caranya bisa hidup berdampingan tanpa saling mengganggu. Kalau ada ruang untuk saling paham, mungkin sound horeg bisa tetap dinikmati tanpa menimbulkan masalah. Toh, meriah boleh saja, asal tetap bijak.