Suku Baduy menjadi pembicaraan karena mengajukan permohonan tertulis kepada pemerintah untuk menghapus sinyal internet di daerah mereka. Permohonan blank spot tersebut pernah diajukan secara lisan. Kini para tetua mengajukan permohonan secara tertulis. Pemerintah berjanji akan membicarakannya dengan para operator.
Dalam permohonan tersebut diungkapkan kekhawatiran para tetua akan dampak negatif dari internet. Sebenarnya kekhawatiran tersebut sama dengan kekhawatiran orang tua di mana pun. Namun mengapa suku Baduy menyikapinya dengan seperti itu? Untuk mengetahuinya, harus dipahami lebih dulu bagaimana masyarakat Baduy menjalani hidup selama ini.
Mengenal Suku Baduy
Sebagian besar masyarakat hanya mengenal suku Baduy sebagai suku yang tertutup. Namun, ada banyak foto dan video tersebar di internet melalui unggahan para pengunjung. Pembahasan tentang bagaimana prinsip hidup masyarakat Baduy ada di bawah ini.
Di Manakah Suku Baduy Berada?
Suku Baduy berada di suatu wilayah di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Baduy termasuk dalam suku Sunda, dengan menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Masyarakat Baduy berbicara menggunakan bahasa Sunda, dialek Sunda – Banten, subdialek Baduy.
Dahulu orang Baduy tidak suka disebut Baduy. Mereka lebih senang disebut sesuai dengan daerah asal mereka, yaitu urang Kanekes, urang Rawayan, urang Cibeo, urang Cikertawana, urang Cikeusik, urang Tangtu atau urang Panamping. Namun sejak ada pembuatan KTP atau Kartu Tanda Penduduk di Desa Kanekes pada tahun 1980-an, masyarakat luar lebih mengenal mereka sebagai orang Baduy.
Baca juga: 10 Destinasi Wisata Dieng dengan Pemandangan Memukau
Asal Usul Suku Baduy
Ada beberapa pendapat tentang asal usul Baduy sebagai berikut:
- Dikutip dari Wikipedia, orang Kanekes percaya bahwa mereka adalah keturunan salah satu dari dewa atau batara yang diutus ke bumi. Mereka percaya, Nabi Adam dan keturunannya, termasuk orang Kanekes, memiliki tugas bertapa untuk menjaga keharmonisan bumi.
- Cikal bakal masyarakat Baduy berasal dari pasukan Pangeran Pucuk Umun yang diperintahkan untuk menjaga kelestarian Sungai Ciujung. Menjelang keruntuhan Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan Pajajaran, Banten merupakan pelabuhan yang sangat penting. Sungai Ciujung berperan sebagai jalur lalu lintas barang dari pelabuhan ke pedalaman dan sebaliknya.
- Seorang dokter bernama Van Tricht mengatakan bahwa orang Baduy adalah penduduk asli. Orang Kanekes juga menolak disebut sebagai keturunan Pajajaran. Mereka percaya bahwa wilayah tersebut secara resmi dijadikan kawasan suci atau mandala untuk menjaga tempat pemujaan leluhur.
- Pendapat lain, yaitu C. L. Blumen, mengatakan bahwa Baduy pernah berada di Kerajaan Pajajaran yang waktu itu menguasai Bogor dan Banten pada abad ke-12 M. Namun ketika Islam datang dan mereka kalah perang, orang Baduy menyingkir ke wilayah pegunungan di selatan Banten.
Kelompok Masyarakat Baduy Kini
Ada beberapa pendapat yang berbeda tentang pembagian kelompok Suku Baduy ini. Sebagian besar hanya membagi 2 kelompok saja, yaitu Baduy Dalam dan dan Baduy Luar. Ada pula yang membagi 3 kelompok, yaitu Baduy Dalam, Baduy Luar dan Baduy Dangka. Belakangan ada pula yang menambahkan kelompok Baduy Muslim. Berikut penjelasannya:
Baduy Dalam atau Tangtu
Suku Baduy ini merupakan kelompok masyarakat yang paling ketat memegang aturan adat. Kelompok ini tinggal di Cibeo, CIkertawana dan Cikeusik. Ciri khasnya mengenakan baju putih atau biru dan ikat kepala putih. Mereka tidak beralas kaki, tidak menggunakan alat transportasi, tidak mengenal teknologi dan sebagainya. Mereka juga dilarang secara adat bertemu dengan orang asing.
Baduy Luar atau Panamping
Mereka tinggal di Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu dan sebagainya. Ciri khas mereka mengenakan baju dan ikat kepala hitam atau biru gelap. Orang Baduy Luar sudah keluar dari Baduy Dalam karena melanggar adat, ingin keluar sendiri atau menikah dengan orang di luar Kanekes. Orang Baduy luar sudah banyak menggunakan alat bantu dalam keseharian tapi masih menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
Baduy Dangka
Ini merupakan orang Baduy yang tinggal di luar Kanekes. Jumlahnya tidak banyak dan berada di kampung Padawaras atau Cibengkung dan Sirahdayeuh atau Cihandam.
Baduy Muslim
Umumnya bukan karena ada pengaruh Islam yang masuk ke dalam, melainkan karena ada warga yang ingin keluar dari lingkungan adat. Motivasinya bermacam-macam. Antara lain ingin bebas, ingin sekolah dan sebagainya. Mereka tinggal di kampung Landeuh, yang dikenal juga sebagai kampung Mualaf.
Baduy Menolak Internet
Pemukiman Baduy merupakan destinasi wisata unggulan Banten. Kehidupan yang masih serba tradisional justru menjadi daya tarik Baduy. Meski masyarakat Baduy tidak menyukai istilah “wisata” dan memilih istilah “Saba Budaya Baduy”, yang artinya silaturahmi kebudayaan Baduy, tetapi tak pelak Kanekes disebut sebagai desa wisata.
Makin hari makin banyak rombongan wisatawan yang datang ke area Baduy Luar. Wisatawan tersebut bukan hanya dari kalangan peminat kebudayaan, melainkan masyarakat umum dari berbagai kalangan. Bisnis masyarakat Baduy Luar berkembang hingga membutuhkan sinyal internet untuk berbagai kepentingan bisnis.
Menara BTS, atau Base Tranceiver Station, didirikan beberapa operator yang melihat perkembangan wisata Baduy sebagai potensi. Pengunjung bisa langsung mengunggah foto dan video dari lokasi, sementara para pengusaha Baduy banyak terbantu. Namun, BTS tersebut juga memancar ke Baduy Dalam yang bukan merupakan bagian dari bisnis tersebut. Anak-anak muda tergoda untuk memanfaatkan sinyal internet tersebut.
Karena itu pada tanggal 1 Juni 2023, sebuah surat permintaan penghapusan jaringan internet, terutama di Baduy Dalam, dilayangkan ke pemerintah. Surat penolakan sinyal internet itu ditandatangani oleh Tangtu Tilo Jaro Tujuh, Wakil Jaro Tangtu, Tanggunan Jaro 12, Wakil Jaro Warega, dan diketahui oleh Jaro Pamarentah atau Kepala Desa Kanekes.
Baca juga: Karimun Jawa: Daya Tarik dan Waktu Paling Baik untuk Mengunjunginya
Demikianlah kisah tentang suku Baduy adalah suku asli Sunda Banten, yang dikenal memegang teguh tradisinya. Karena tradisi itu pula, Baduy Dalam menolak jaringan internet.