Tari Tor Tor adalah tarian yang berasal dari daerah Batak Toba, Sumatera Utara. Sejak tahun 2013, tarian ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Sumatera Utara.
Awal mula tarian ini merupakan tari ritual dan sakral yang memiliki makna akan harapan, doa dan juga perlindungan. Jadi, pementasannya pun hanya dilakukan pada saat upacara kesembuhan, kematian dan sebagainya.
Berdasarkan catatan sejarah, seiring perkembangan zaman dan masuknya berbagai budaya seperti Hindu-Budha, tari Tor Tor pun tidak sekadar diperuntukkan sebagai tarian upacara. Dalam perkembangannya, tarian ini digelar sebagai hiburan dan juga tontonan warga Batak. Tak hanya itu saja, busana tradisional yang dikenakan pun mengalami modifikasi agar tampil lebih menarik.
Seperti apa sejarah awal mula hadirnya tari Tor Tor ini? Berikut ulasannya.
Sejarah Singkat Tari Tor Tor
Awal mula nama tarian ini berasal dari kata tor tor yang artinya bunyi entakan kaki penari di lantai papan di rumah adat Batak. Tari Tor Tor diperkirakan sudah ada sejak zaman Batak Purba. Di masa tersebut, tarian ini dijadikan sebagai tari persembahan untuk para roh leluhur.
Hingga saat ini belum ditemukan literatur ilmiah yang menjelaskan perjalanan sejarah tari Tor Tor beserta gondang sembilan yang mengiringinya. Akan tetapi, menurut penuturan Prof. Edi Sedyawati, Guru Besar Tari Universitas Indonesia, sudah ada catatan hasil perjalanan di zaman kolonial Belanda yang mendeskripsikan tarian ini.
Di masa penjajahan, tarian ini menjadi kesenian yang menghibur para raja dan juga sebagai bentuk perlawanan pada tentara Belanda. Para raja memanfaatkan bunyi dari tari Tor Tor sebagai isyarat untuk masyarakat. Sebagai contoh, ketika ada bunyi ditabuh berarti pasukan Belanda telah tiba. Jika terdengar bunyi gondang maka masyarakat mesti mengungsi.
Pada masa itu, praktik dari tari Tor Tor melibatkan beberapa patung yang dibuat dari batu. Patung tersebut dipercaya telah dimasuki oleh roh sehingga patung itu pun akan ‘menari’. Berbeda halnya dengan tarian Tor Tor di daerah Pahe yang dikenal sebagai tarian gembira dan diiringi lagu berpantun yang disebut tumba. Inilah awal mula tari Tor Tor tidak lagi dikaitkan dengan roh dan hal ghaib lainnya.
Setiap gerakan tarian memiliki simbol dan mempunyai arti yang menjelaskan tentang bagaimana sebuah proses menghormati dan menghargai dari setiap marga agar bisa membentuk sebuah hubungan baik.
Baca juga: Dari Honai hingga Kariwari: Mengenal Ragam Rumah Adat di Papua
3 Jenis Tari Tor Tor
Tak sekadar tarian, tari Tor Tor juga merupakan sebuah media komunikasi. Hal ini bisa dilihat melalui gerakan yang dipentaskan di mana melibatkan interaksi antar penari dan yang mengikuti upacara.
Ternyata tarian ini memiliki beberapa jenis yang disesuaikan dengan kegunaan masing-masing. Berikut jenis tari Tor Tor dan fungsinya.
1.   Tari Tor Tor Pangurason (Pembersihan)
Tari Tor Tor Pangurason ini memiliki arti tari pembersihan. Umumnya tarian ini dilaksanakan saat ada acara besar atau pesta.
Ritual sebelum memulai acara dilakukan dengan cara membersihkan tempat menggunakan jeruk purut oleh masyarakat sekitar. Fungsinya sebagai permohonan dan juga pembersihan tempat acara berlangsung supaya pesta bisa berjalan dengan lancar serta dijauhkan dari bahaya.
2.   Tari Tor Tor Sipitu Cawan (Tujuh Cawan)
Tarian ini disebut dengan tari tujuh cawan. Jenis tari Tor Tor ini tidak boleh sembarang dipentaskan karena dikhususkan saat adanya pengangkatan atau penobatan raja Batak.
Ada sebuah kisah menarik di balik tarian ini. Alkisah, ada tujuh orang putri kahyangan yang turun ke bumi untuk mandi di sebuah telaga yang berada di puncak Gunung Pusuk Buhit. Di waktu bersamaan, datang juga pisau tujuh sarung atau piso sipitu sasarung.
3.   Tari Tor Tor Tunggal Panaluan
Kata tunggal panaluan diambil dari nama sebuah tongkat perpaduan kesaktian Debata Natulo yaitu dewa benua atas, benua tengah dan benua bawah.
Jenis tarian ini dilakukan sebagai ritual yang digelar ketika suatu daerah tertimpa bencana atau musibah. Umumnya, tari Tor Tor Tunggal Panaluan dilakukan oleh para dukun. Ini dilakukan sebagai cara agar mereka bisa memperoleh petunjuk dan juga jalan keluar mengatasi masalah yang dialami desa tersebut.
5 Fakta Menarik dan Keunikan Tari Tor Tor
1.   Tarian diiringi dengan musik gondang
Di setiap pementasan tari Tor Tor, tarian tradisional ini akan diiringi dengan musik gondang. Menurut sejarah suku Batak, musik gondang merupakan sebuah seni budaya yang memiliki nilai tinggi.
Suara dentuman yang dihasilkan dari musik ini membuat penari atau penotor mulai bergerak menjadi lebih kuat. Umumnya, musik ini akan dimainkan terlebih dulu sebelum tarian dimulai.
2.   Adanya prosesi Tua Ni Gondang
Seperti yang ditulis di atas, musik gondang dimainkan terlebih dulu sebelum tari Tor Tor dimulai. Akan tetapi, sebelum musik dimainkan, hasuhuton atau tuan rumah akan meminta sesuatu ke pemusik atau penabuh gondang. Adapun permintaan ini disampaikan dengan sopan. Jika permintaan telah selesai dan terpenuhi, maka pemusik akan melanjutkan dengan menabuh gondang dengan ritme tertentu.
Tahapan ini disebut dengan istilah tua ni gondang yang memiliki arti berkat dari musik gondang untuk seluruh anggota upacara.
3.   Pantangan penari
Ada pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh para penari Tor Tor. Salah satunya adalah tangan penari tidak boleh melewati batas atas yaitu setinggi bahu tubuh. Apabila hal ini dilanggar, maka penari akan dianggap menantang siapa pun dalam adu tenaga batin, ilmu perdukunan, pencak silat serta lainnya yang ada di tempat acara tersebut. Tak hanya itu saja, penari yang melanggar dipercaya akan mendapatkan kesialan dalam hidupnya.
4.   Sebagai medium komunikasi
Dari sisi kesenian, tari Tor Tor berfungsi sebagai tarian perayaan atau sebuah bentuk seremonial dari budaya Batak. Selain itu, dalam peruntukan upacara adat, tarian ini digunakan sebagai medium komunikasi untuk masyarakat.
Hal ini tercermin dari setiap gerakan tari Tor Tor. Penonton bisa melihat bagaimana interaksi dan gerak dari penari dengan seluruh anggota di dalam sebuah upacara perayaan.
5.   Penggunaan kain ulos
Penari Tor Tor umumnya menggunakan kostum yang terbuat dari kain ulos. Kain ulos merupakan kain tradisional khas suku Batak yang memiliki warna hitam, putih dan merah, memiliki ciri khas hiasan tenun dari benang yang terbuat dari emas atau perak.
Awal mulanya, penggunaan kain ulos ini terbatas yang digunakan sebagai selendang dan hanya akan dijumpai di upacara adat tertentu saja. Tapi seiring perkembangan zaman, banyak wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Utara dan akhirnya kain ini pun digunakan sebagai cenderamata khas suku Batak.
Baca juga: 9 Model Baju Batik Wanita untuk Segala Suasana
Tari Tor Tor menunjukkan khazanah budaya Indonesia yang begitu beragam dan memiliki ciri khas. Sehingga, sebagai warga negara patut untuk menjaga dan melestarikan agar kelak kesenian ini terus ada, tidak lesap dengan perkembangan zaman.