JNEWS – Saat perayaan suci tersebut tiba, umat Hindu di mana pun mereka berada, akan mengikuti berbagai tradisi Nyepi. Meskipun penganut agama Hindu dapat ditemukan di berbagai daerah di negeri ini, sebagian besar dari mereka memang berdomisili di Pulau Bali.
Tradisi Nyepi merupakan salah satu aspek budaya yang paling mencolok dari masyarakat Hindu di Bali. Perayaan ini tidak hanya menandai awal tahun baru Saka, tetapi juga menampilkan serangkaian ritual yang kaya akan nilai dan filosofi.
Setiap tahapan dalam tradisi Nyepi membawa makna spiritual yang dalam, mengajak semua yang merayakannya untuk merenung dan membersihkan diri dari pengaruh negatif.
5 Tradisi Nyepi Umat Hindu Bali dan Makna yang Terkandung di Baliknya
Mulai dari upacara Melasti yang mengharuskan penyucian di laut atau sungai, hingga hari keheningan ketika seluruh pulau terhenti dari aktivitas sehari-hari, lima tradisi Nyepi di Bali berikut ini adalah manifestasi dari keinginan untuk kembali ke kesucian.
Di balik kesederhanaan ritualnya, tersembunyi lapisan-lapisan makna yang mengajarkan tentang pentingnya harmoni, kedamaian, dan kebersihan spiritual dalam kehidupan.
1. Upacara Melasti
Upacara Melasti, yang kadang disebut Melis, adalah ritual penting yang diadakan beberapa hari sebelum perayaan Nyepi. Dalam ritual ini, berbagai benda dan alat persembahan dari tempat ibadah dibawa ke laut untuk proses penyucian.
Ritual ini dilakukan di laut, atau segara, karena laut dipercaya sebagai sumber kesucian yang dapat membersihkan segala bentuk kekotoran spiritual. Selain di laut, penyucian juga dilakukan di sungai, yang serupa dalam fungsi dan maknanya.
Tempat-tempat ini dipilih karena dianggap mampu menghubungkan dengan kekuatan spiritual yang lebih tinggi, membantu dalam proses regenerasi dan pemurnian. Konsep ini bersumber pada kepercayaan akan adanya Tirtha Amertha, yang dalam mitologi Hindu dikenal sebagai simbol dari pemurnian dan kehidupan baru.
Setelah prosesi penyucian selesai, benda-benda sakral tersebut akan ditempatkan kembali di tempat ibadah desa sampai sehari setelah Nyepi berakhir. Ini merupakan bagian dari siklus perayaan ketika benda-benda sakral ini, setelah disucikan, dikembalikan ke tempat semula sebagai simbol pembaruan spiritual.
Proses Melasti ini harus selesai sebelum matahari terbenam pada hari tilem, yaitu hari terakhir dalam siklus bulan Bali. Pada waktu inilah semua benda sakral yang telah disucikan harus sudah kembali ditempatkan di posisi yang tepat di tempat ibadah.
Hal ini menandai penutupan dari rangkaian upacara Melasti, dengan harapan bahwa segala bentuk kekotoran spiritual telah dibersihkan, mempersiapkan diri untuk menyambut Nyepi dalam keadaan suci dan damai.
Baca juga: Mengenal Suku Dayak Kayan: Warisan Budaya dan Tradisi yang Kaya
2. Upacara Tawur
Upacara Tawur, yang juga dikenal dengan nama Pecaruan, merupakan salah satu ritual penting yang berlangsung sehari sebelum perayaan Nyepi, pada akhir bulan kesembilan menurut kalender Bali yang disebut tilem sasih kesange.
Ritual ini diadakan di berbagai tempat, mulai dari lingkup rumah keluarga hingga tingkat desa dan kecamatan. Tujuan utama dari upacara ini adalah untuk membersihkan segala bentuk pengaruh negatif atau kotoran spiritual yang dikenal sebagai Bhuta Kala.
Dalam pelaksanaannya, umat Hindu mengadakan upacara Buta Yadnya di persimpangan jalan dan area sekitar rumah. Proses ini melibatkan pembuatan sesajian atau caru, yang merupakan tawaran khusus kepada Bhuta Kala.
Bhuta Kala sendiri melambangkan aspek-aspek negatif yang bisa memengaruhi kehidupan di dunia. Dengan mengadakan ritual ini, diharapkan segala bentuk pengaruh buruk dapat dihindari, menciptakan lingkungan yang bersih dan harmonis.
Upacara Tawur adalah tradisi Nyepi yang mengekspresikan harapan untuk kehidupan yang lebih baik, bebas dari hal-hal yang dapat mengganggu ketentraman dan kesejahteraan.
3. Pengerupukan
Upacara Pengerupukan merupakan tradisi Nyepi selanjutnya setelah Mecaru, sebuah prosesi yang melibatkan penyebaran nasi sebagai tanda penyucian.
Dalam tradisi ini, masyarakat akan menerangi sekeliling rumah dengan api atau obor. Ini dilakukan sambil menyemprotkan air suci ke seluruh bagian rumah dan halaman serta membuat kegaduhan dengan memukul benda-benda. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menghalau Bhuta Kala, yaitu simbol dari energi negatif, dari area tempat tinggal dan sekitarnya.
Dalam tradisi ini, ada parade ogoh-ogoh yang seru. Ogoh-ogoh adalah patung yang dirancang untuk merepresentasikan Bhuta Kala atau energi negatif tersebut. Patung-patung ini akan dibawa mengelilingi desa dalam suatu arak-arakan, dan kemudian dibakar.
Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan simbol dari penghilangan segala pengaruh negatif yang mungkin mengganggu keharmonisan dan ketenangan hidup masyarakat. Ini adalah cara bagi masyarakat untuk menyucikan lingkungan mereka, memastikan bahwa kehidupan sehari-hari dapat berlangsung tanpa gangguan dari kekuatan negatif.
4. Nyepi
Ketika Hari Raya Nyepi tiba, Pulau Bali akan mengalami keheningan. Pada hari ini, kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan oleh warga setempat berhenti sejenak.
Tradisi ini adalah bagian dari komitmen umat Hindu untuk berpuasa dan mengikuti empat aturan utama, yang dikenal sebagai Catur Brata Penyepian. Aturan-aturan ini mencakup:
- Amati Geni, yang berarti tidak menyalakan api atau memicu gairah dan hasrat, merupakan simbol dari upaya mengekang hasrat dan menahan diri dari keinginan duniawi.
- Amati Karya, menghentikan semua aktivitas fisik untuk fokus pada pemurnian rohani, menekankan pentingnya introspeksi dan pemurnian batin daripada kesibukan fisik.
- Amati Lelungan, menghindari perjalanan dan pergerakan, menggantikannya dengan refleksi diri, untuk menemukan ketenangan dan kedamaian.
- Amati Lelanguan, menahan diri dari hiburan dan kesenangan untuk konsentrasi pada spiritualitas, mendekatkan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi dan merenungkan nilai-nilai kehidupan.
Brata ini dimulai dari terbitnya fajar dan berlanjut hingga fajar berikutnya muncul, menggarisbawahi kepercayaan bahwa setiap momen peralihan dihidupi dengan simbolisme dari kegelapan menuju terang.
Nyepi menjadi kesempatan untuk merefleksikan dan memperbaharui diri, memasuki siklus baru dengan hati dan pikiran yang lebih bersih.
5. Ngembak Geni
Ngembak Geni merupakan bagian penutup dari serangkaian perayaan Tahun Baru Saka, yang berlangsung sehari setelah Nyepi. Hari ini diisi dengan kegiatan mengunjungi keluarga dan tetangga, yang menandai kembalinya kehidupan sosial setelah tapa brata selama Nyepi.
Dalam tradisi Nyepi ini, umat Hindu akan saling memaafkan, merefleksikan dan mengembangkan rasa persatuan. Hal ini didasarkan pada konsep Tattwam Asi, yang mengajarkan bahwa setiap orang saling terhubung dan memiliki kesatuan esensi. Ini
Tradisi ini juga bermakna bahwa di dalam setiap individu ada bagian dari orang lain, mengingatkan bahwa kemanusiaan bersifat universal dan saling terkait.
Konsep saling memaafkan ini mengajarkan pentingnya melepaskan dendam dan kesalahpahaman yang mungkin terjadi sepanjang tahun. Dengan mempraktikkan pengampunan, komunitas dapat memulai siklus baru dengan hati yang bersih dan pikiran yang tenang, mendorong keharmonisan dan kedamaian di antara mereka.
Ngembak Geni, dengan demikian, tidak hanya melambangkan kembalinya manusia ke aktivitas sehari-hari, tetapi juga pembaruan hubungan sosial dan penguatan ikatan komunitas.
Baca juga: Mengenal Tari Kecak: Tradisi dan Makna dari Bali yang Menawan
Demikianlah beberapa tradisi Nyepi yang dijalankan oleh umat Hindu, termasuk mereka yang berada di Bali.
Tradisi-tradisi ini mencerminkan kekayaan budaya, dan spiritualitas masyarakat Bali. Dengan demikian, tradisi ini bukan hanya merayakan pergantian tahun Saka, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai penting seperti kesucian, refleksi diri, dan keharmonisan dalam kehidupan.