Kepulauan Bangka, selain dikelilingi lautan, juga daratannya terdapat sungai-sungai yang cukup besar dan juga rawa-rawa. Di mana sungai-sungai maupun rawa-rawa tersebut sebagian kala itu masih banyak buayanya.
Soeprapto yang kagum dengan jiwa patriotisme sang ayah yang seorang patriot pejuang kemerdekaan, sejak kecil memang sudah memiliki jiwa petualang. Selain dikenal aktif dan lincah, ia juga senang menjelajah, berpetualang menyusuri belantara hutan dan berlayar di sungai-sungai. Tidak ada kata takut dalam dirinya.
Seperti dikisahkan sang adik, almarhum H. Soelasmo, suatu hari keluarganya resah, karena sampai malam hari Soeprapto belum juga pulang ke rumah. Usut punya usut, ternyata sang kakak, sempat tersasar saat berlayar menyusuri sungai.
“Kakak saya, Pak Soeprapto, waktu itu tersesat dan sempat mengira dirinya tidak bisa pulang lagi ke rumah. Apalagi sungainya masih banyak buaya,” ungkap H. Soelasmo yang mengagumi dan sangat hormat kepada kakak kandungnya tersebut.
Baca juga : Jejak Spiritual H. Soeprapto Soeparno (Bagian 2)
Saat tersesat dan tidak tahu arah jalan pulang, kala itu Soeprapto remaja tetap tenang. Ia ingat pesan sang ayah, dalam kondisi apa pun, harus selalu mengingat Allah SWT. Soeprapto merapal doa-doa minta keselamatan, dan atas izin dan pertolongan Allah SWT, Soeprapto akhirnya selamat dan bisa kembali ke rumah keesokan harinya.
Waktu terus berlalu. Namun, perekonomian keluarga Soeprapto masih juga belum membaik, terlebih sang adik ada di tanah Jawa sedang menimba ilmu. Lewat cerita sang adik, dan juga pergaulan yang luas saat mengajar dansa, Soeprapto banyak mendengar kabar tentang tanah Jawa yang lebih menjanjikan secara ekonomi dibanding terus bertahan di kampung halaman Bangka Belitung kala itu.
Dengan modal keberanian serta restu orang tua, Soeprapto akhirnya memutuskan untuk pergi ke pelabuhan dan naik kapal, berlayar menuju tanah Jawa dengan tujuan selain mencari pengalaman hidup juga ingin memperbaiki perekonomian keluarganya.
Di geladak kapal, seribu mimpi terbayang di benaknya. Ingat pesan sang ayah, untuk ikut mensejahterakan rakyat Indonesia menari-nari di pelupuk mata. Bila terus bertahan bekerja di tambang timah dan mengajar les dansa, tidak akan cukup. Mimpi besarnya terus berputar-putar di antara laju kapal yang membelah lautan luas.
“Yang saya ingat dari cerita-cerita, ayah saya, Bapak Soeprapto, dulu ketika pertama kali di Jakarta pernah tinggal di daerah Roxy, Jakarta Barat,” ujar Presiden Direktur JNE, Mohamad Feriadi Soeprapto saat berbincang dengan JNEWS (07/10/2021).
Di belantara Ibu Kota Jakarta, kala itu Soeprapto muda memulai kehidupan dengan bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan di bagian pembukuan. Setelah beberapa tahun menetap di Jakarta dan mulai mapan bekerja kantoran, ia bertemu dengan seorang perempuan cantik nan anggun yang juga berasal dari Bangka Belitung, yakni Nuraini. Akhirnya, keduanya menikah.
Baca juga : Jejak Spiritual H. Soeprapto Soeparno (Bagian 1)
“Karena keterbatasan kala itu, Pak Soeprapto dan Ibu Nuraini menikah dengan resepsi secara sederhana. Tidak banyak mengundang tamu, hanya orang-orang sekitaran seperti tukang becak, pedagang kaki lima dan sebagainya yang Pak Soeprapto kenal”, ungkap M. Feriadi.
“Sesungguhnya saat itu Pak Soeprapto sudah mengajarkan tentang arti membahagiakan orang lain, dan juga berbagi dengan sesama terutama orang-orang yang berekonomi pas-pasan,” pungkasnya . *