JNEWS – Malin Kundang adalah cerita rakyat dari Provinsi Sumatra Barat. Cerita rakyat ini berkisah tentang anak yang durhaka pada orang tua dan dikutuk menjadi batu. Sosok ini populer di seluruh nusantara dan kerap diceritakan turun temurun pada anak-anak lantaran ada pesan moral yang bisa diambil.
Sosok Malin Kundang menjadi ‘simbol’ anak durhaka pada orang tua. Keseluruhan ceritanya mengajak anak-anak untuk bisa menghormati, berbakti dan menghargai orang tuanya. Terlebih, anak-anak tidak boleh berkata dan bersikap kasar terhadap orang tua.
Kisah dari anak durhaka pada orang tua tersebut sering diadaptasi ke dalam bentuk karya seni. Mulai dari drama dengan judul Malin Kundang di tahun 1978, sinetron berjudul sama di tahun 2005-2006, ide online gim rancangan mahasiswa IAIN Surakarta di tahun 2016 hingga menjadi tema musikal di Rumah Aja yang digarap oleh Indonesia Kaya di tahun 2020.
Kisah Malin Kundang
Di zaman dahulu kala, hiduplah satu keluarga nelayan di Air Manis, Sumatra Barat. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sang ayah memutuskan untuk merantau menyeberangi lautan. Sayang, sang ayah tidak pernah kembali lagi ke kampung tersebut meninggalkan istrinya, Mande Rubayah dan anaknya Malin.
Sang ibu kerap dikundang-kundang (dibawa ke mana saja). Itulah mengapa, sang anak sering dipanggil dengan nama Malin Kundang.
Malin tumbuh menjadi anak pintar walau sedikit nakal. Ketika Malin beranjak dewasa, dia merasa iba melihat ibunya bersusah payah menafkahi mereka. Malin pun berniat merantau bersama sebuah kapal dagang. Saat menceritakan niatnya, sang ibu tidak mengizinkan Malin untuk pergi. Sang ibu tidak rela ditinggal lagi oleh anaknya dan memiliki kekhawatiran Malin akan seperti ayahnya yang tidak kunjung pulang.
Kendati permintaannya terus ditolak oleh sang ibu, Malin tetap gigih membujuknya. Sang ibu pun akhirnya luluh dan mengizinkan Malin pergi.
Hari berlayar pun tiba. Sayangnya di tengah perjalanan kejadian buruk menimpa kapal yang ditumpangi Malin dan dia pun terdampar di sebuah pantai. Warga setempat menolong dan membantunya untuk tinggal serta bekerja di pulau tersebut.
Malin bekerja sangat rajin. Dia mengolah tanah desa yang subur dan menjadi sukses. Dalam rentang waktu beberapa tahun, dia memiliki 100 orang pekerja dan sejumlah kapal dagang. Dengan kekayaannya tersebut, Malin pun mempersunting anak seorang saudagar kaya.
Tahun demi tahun pun berlalu. Malin yang pergi meninggalkan kampung halaman, tidak pernah sekalipun memberi kabar pada ibunya. Sang ibu sangat khawatir dan menantikan kabar yang tak pernah sampai dari anaknya.
Suatu ketika, Malin bersama istri dan anak buah kapal pergi berlayar. Setelah berlayar beberapa saat, kapalnya berlabuh di sebuah pulau yang ternyata kampung halaman Malin.
Melihat kapal besar berlabuh, warga desa termasuk ibunya Malin beramai-ramai berkumpul di tepi pantai. Mereka pun menyambut dengan suka cita kapal yang dikira milik seorang sultan.
Ibu Mande melihat sosok pemuda bersama istrinya di kapal tersebut. Sang ibu pun yakin bahwa lelaki muda tersebut adalah anak yang telah lama dinanti, Malin Kundang. Ibu Mande bergegas dan memeluk erat pemuda tersebut.
Malin tertegun dan tidak percaya bahwa wanita tersebut adalah ibunya. Belum sempat berkata, sang istri sudah meludah dan mengatakan Malin membohonginya. Dulu sebelum menikah, Malin mengaku datang dari keluarga bangsawan dan orang tuanya sudah meninggal.
Mendengar perkataan istrinya, Malin pun mendorong ibunya hingga terguling di pasir. Sang ibu bersusah payah menjelaskan kalau dia adalah ibunya. Malin bergeming dan tidak menghiraukan omongan sang ibu. Bahkan, Malin kembali mendorong hingga ibunya pingsan dan mengucapkan kalimat kasar.
Setelah Ibu Mande sadar, kapal telah berlayar menjauh dari bibir pantai. Hatinya sangat terluka dengan perkataan dan sikap anaknya.
Ibu Mande pun menangis dan berdoa pada Tuhan. Dia meminta apabila pemuda tersebut bukan anaknya, maka dia memaafkan perbuatannya tadi. Tapi, apabila pemuda itu adalah anaknya, Malin Kundang, maka dia meminta keadilanNya.
Tidak lama berselang setelah doa dipanjatkannya, langit berubah menjadi gelap dan datanglah badai. Badai menghantam kapal yang ditumpangi Malin Kundang. Seketika kapal tersebut hancur berkeping dan terempas oleh ombak hingga ke pantai.
Keesokan harinya, kepingan kapal telah menjadi batu di kaki bukit sekitar Pantai Air Manis. Tak jauh dari situ, terlihat ada bongkahan batu yang menyerupai tubuh manusia tengah bersujud. Konon, batu tersebut adalah tubuh Malin Kundang yang dikutuk karena durhaka menyakiti hati ibunya.
Baca juga: Keunikan Rumah Adat Minangkabau: Arsitektur, Sejarah, dan Fungsinya
Pesona Pantai Air Manis, Lokasi Batu Malin Kundang
Kemasyhuran cerita rakyat Malin Kundang, menjadikan lokasinya yakni Pantai Air Manis ramai dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Pantai ini letaknya kurang lebih 10 km ke selatan dari pusat kota. Lebih tepatnya berada di belakang Gunung Padang di Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.
Pantai ini menjadi salah satu destinasi wisata populer yang ramai dikunjungi oleh wisatawan di musim liburan.
Dalam dialek Minang, air manis disebut ‘aia mani’. Pantai ini memiliki garis pantai yang lebar, kontur landai dan berpasir cokelat keputihan. Daya tarik dari pantai ini adalah ombak yang kecil serta memiliki panorama alam indah di bagian sisi utaranya.
Di ujung utara Pantai Air Manis, ada gundukan Gunung Padang yang bisa dilihat dari kejauhan. Namun, yang menjadi daya tarik adalah pulau kecil yang berjarak tak jauh dari pantai ini yaitu Pulau Pisang Kecil dan Pisang Besar.
Harus diakui, cerita rakyat Malin Kundang merupakan daya tarik utama dari Pantai Air Manis. Di bagian selatan dari pantai ini, ada sebongkah batu yang mirip orang sedang sujud. Batu inilah yang dipercaya sebagai Malin Kundang. Di sekelilingnya, ada batu-batu yang menyerupai reruntuhan dinding kapal. Batu-batu tersebut dipercaya sebagai bagian dari kapal Malin yang karam.
Tak jauh dari batu Malin, ada batu menyerupai gulungan tali tambang serta gentong kayu yang terlihat sangat detail.
Baca juga: Situ Bagendit: Panduan Wisata, Sejarah, dan Legenda di Balik Danau
Terlepas dari cerita Malin Kundang apakah benar ada atau tidak, tetapi Pantai Air Manis akan selalu menjadi objek wisata yang menarik dikunjungi. Dari cerita Malin juga, kita diajarkan untuk senantiasa menghormati orang tua.