Itikaf adalah berdiam diri di dalam masjid untuk menyibukkan diri dengan ibadah kepada Allah Swt. Para ulama berpendapat itikaf dianjurkan dilakukan setiap saat. Namun, waktu paling utama adalah saat bulan Ramadan.
Itikaf dilakukan pada waktu sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dengan niat mendekatkan diri pada Allah SWT dan meraih Lailatul Qadar.
Baca juga: Bacaan Doa saat Salat Tarawih Agar Mendapatkan Ampunan
Syarat dan Ketentuan Itikaf
Melansir MUI Online, secara umum, para ulama menyepakati ada empat rukun wajib dipenuhi dalam pelaksanaan itikaf, yaitu:
1. Orang yang beritikaf (mutakif)
Ketetapan dari para ulama bahwa syarat dari sahnya seseorang sebagai mutakif ada empat, yaitu Muslim, akil, mumayyiz, dan suci dari hadats besar.
2. Niat beritikaf
Niat itikaf berfungsi untuk menegaskan perbedaan antara ibadah dan selain ibadah saat seseorang berdiam diri di masjid.
Sebab, bisa saja orang yang berdiam diri di masjid bukan dalam rangka ibadah, misalnya sekedar duduk ngobrol dengan rekannya. Adapun niat itikaf yaitu:
نويت الاعتكاف لله تعالي
“Nawaitul Itikaf Lillahi Ta’ala”
Artinya: Artinya: Saya niat itikaf karena iman dan mengharap akan Allah, karena Allah ta’ala.
Baca juga: 7 Rekomendasi Toples Cantik untuk Wadah Kue Kering Lebaran
3. Tempat itikaf
Para ulama sepakat tempat untuk beritikaf adalah di masjid. Hal ini berdasarkan firman Allah surah al-Baqarah 187:
…..وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ ….
“…..Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya…..”
4. Menetap di tempat itikaf
Ketentuan menetap di tempat itikaf diartikan berbeda oleh empat mazhab. Mazhab Hanafih itikaf sunnah sudah terlaksana dengan berdiam di masjid yang disertai niat.
Menurut mazhab Maliki itikaf dilakukan minimal satu hari satu malam. Namun sebaiknya tidak kurang dari sepuluh hari dan harus diiringi dengan puasa apa pun.
Sementara, pendapat yang paling shahih, mazhab Syafi’i itikaf disyaratkan dengan tinggal di masjid dalam tempo yang bisa disebut ‘menetap/berdiam diri’, yaitu tempo lebih panjang daripada ukuran waktu tuma’ninah dalam rukuk dan sejenisnya.
Sedangkan menurut mazhab Hambali, itikaf minimal dilakukan selama tempo yang bisa disebut tinggal atau menatap meskipun hanya sekejap.
Baca juga: Inspirasi Resep Kue Lebaran dari Chiki Butter Cookies
Hal yang Membatalkan Pelaksanaan Itikaf
Berikut beberapa hal yang dapat membatalkan Itikaf, yaitu:
1. Jima’
Sebagaimana yang disebutkan pada surah al-Baqarah ayat 187, yang berbunyi:
…..وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ ….
“…..Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya…..”
2. Keluar dari masjid
Para ulama bersepakat bahwa di antara hal-hal yang membatalkan itikaf adalah ketika seseorang keluar dari masjid, tanpa adanya kebutuhan yang dibolehkan oleh syariat, misalnya kebutuhan mengambil makan maka diperbolehkan.
Pada bulan Ramadhan yang telah memasuki hitungan jari ini, mari untuk memaksimalkan ibadah puasa dengan melakukan Itikaf jika hal tersebut memungkinkan. Melakukan Itikaf tanpa meninggalkan kewajiban sehari-hari.
Baca juga: 6 Tips Supaya Bisnis Kue Kering Lebaran Laris Manis
Itikaf adalah ibadah yang sunnah dilakukan. Hal tersebut merujuk pada sabda Rasulullah SAW:
“Sungguh saya beritikaf di di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailat al-qadr), kemudian saya beritikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beritikaf, hendaklah dia beritikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beritikaf bersama beliau.” (HR. Muslim).
Namun, jika belum memiliki kesempatan untuk beritikaf dapat memaksimalkan ibadah lainnya di bulan Ramadan. Ibadah lain ini untuk meraih rahmat dan pengampunan Allah di bulan yang penuh berkah. Wallahu’alam.