Daya Tarik Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro dalam Gadis Kretek

Serial Gadis Kretek berhasil mencuri perhatian pencinta film Indonesia. Alur yang rapi, setting film berhasil menggambarkan suasana tahun 1960-an, akting para pemain yang apik membuat serial yang diadaptasi dari novel berjudul sama menduduki nomor 1 untuk penayangan di Netfilx. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian dari serial ini yaitu kebaya janggan yang kerap dikenakan Dasiyah atau Jeng Yah.

Kebaya adalah warisan budaya bangsa yang masih dijaga hingga sekarang. Seiring perkembangan zaman, kebaya pun mulai beradaptasi dengan berbagai desain tanpa mengubah pakem aslinya.

Kebaya janggan sendiri masih jarang yang tahu dan kenakan. Pada umumnya, perempuan Indonesia sering menggunakan kebaya encim, kebaya kutu baru, kebaya Sunda, kebaya Bali untuk menghadiri berbagai acara baik formal dan non formal.

Ada kesan berbeda saat mengenakan kebaya pada umumnya seperti encim dengan kebaya janggan. Seorang perempuan mengenakan kebaya encim atau kutu baru, kesan yang muncul adalah sosok yang lembut dan ayu. Berbeda dengan kebaya janggan, ada ‘aura’ ketegasan yang hadir dalam sosok perempuan yang mengenakannya.

Mengenal Asal Usul Kebaya Janggan

Daya Tarik Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro dalam Gadis Kretek
Sumber: Dinas Kebudayaan Yogyakarta

Nama janggan berasal dari kata jangga yang artinya leher. Kebaya janggan merupakan lambang keindahan, kesucian para perempuan keraton dan juga perempuan Jawa umumnya.

Awal mula kebaya ini muncul pada tahun 1830-an, tepatnya di akhir masa Perang Diponegoro. Model kebaya janggan mengadopsi seragam militer Eropa di masa itu yang identik dengan kerah tinggi dan tidak menutup.

Adalah Ratna Ningsih, istri Pangeran Diponegoro yang kerap mengenakan kebaya ini selama menemani sang suami dalam berperang melawan Belanda. Ketika mengenakan kebaya ini, beliau selalu menyembunyikan patrem yaitu senjata keris putih yang disimpan di balik kebaya.

Selain Ratna Ningsih, ada juga Nyi Ageng Serang, pahlawan nasional dari Banten, yang sering mengenakan kebaya ini dalam bertempur melawan penjajah.

Di zaman dulu juga, penggunaan dari kebaya ini berhubungan erat dengan pembagian strata sosial. Biasanya kaum perempuan dari kalangan bangsawan atau perempuan Belanda yang bisa mengenakan kebaya. Tapi, seiring perkembangan zaman, kebaya pun bisa digunakan oleh seluruh perempuan.

Dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, kebaya janggan dikenakan oleh abdi dalem perempuan atau disebut estri punakawan. Karena mengenakan kebaya ini melambangkan pangkat atau tugas khusus yang tengah diemban oleh seorang abdi dalem.

Para estri punakawan sering mengenakan kebaya jenis ini di acara tertentu, termasuk saat upacara adat besar. Seperti hajad dalem (sungkeman di lingkungan Keraton saat Idulfitri) dan juga caos bekti (tanda penghormatan pada raja keraton).

Kebaya yang satu ini termasuk ke dalam kategori kebaya tradisional Indonesia. Bentuk kebayanya mirip seperti surjan, jas laki-laki khas Jawa dengan kerah tegak yang menutup area leher. Di baju surjan, ada tiga pasang kancing yang terletak di leher depan. Jika dijumlahkan, ada enam buah kancing. Namun, berbeda dengan kebaya janggan, detail pakaian ini memiliki kancing yang terletak dari leher hingga ke bagian kiri tubuh. Lalu, dilengkapi juga dengan kancing menutupi leher.

Kebaya yang satu ini dibuat dari bahan dasar kain bermotif dan umumnya berwarna hitam. Ada alasan khusus mengapa kebaya ini kerap berwarna hitam. Kebaya janggan menggambarkan karakter kesederhanaan, ketegasan, kedalaman serta sifat suci dan bertakwa.

Baca juga: Cara Memilih Model Kebaya Modern yang Cocok untuk Bentuk Tubuh dan Contohnya

Daya Tarik Jeng Yah dalam Balutan Kebaya Janggan

Sumber: Netflix

Harus diakui, pemilihan kebaya ini untuk dikenakan oleh Dasiyah atau Jeng Yah sangatlah tepat. Kebaya ini mewakili kepribadian tokoh Jeng Yah di serial Gadis Kretek. Jeng Yah tampil sebagai sosok perempuan independen, progresif, mendobrak tatanan patriarki di masa itu. Dengan lantang, dia mengatakan tidak ingin melayani laki-laki dan melakukan peran perempuan pada umumnya karena yang ada di pikirannya hanyalah kretek.

Selama lima episode Gadis Kretek, Jeng Yah mengenakan tiga jenis kebaya janggan hitam bergantian. Yang pertama dengan corak bunga yang memenuhi seluruh kebaya dan muncul di awal episode pertama ketika dia mengenalkan tentang dirinya yang ingin menjadi peracik saus. Di episode awal, kebaya hitam ini dipadukan dengan dua bros berwarna kuning emas, yang satu di tengah belahan kerah dan satunya di bagian kiri.

Kebaya hitam janggan kedua dihiasi dengan manik-manik kecil yang tersebar merata di seluruh kebaya. Sekali lagi, Jeng Yah memadukannya dengan bros. Yang ketiga, kebaya dibuat dari kain brokat transparan dipadukan tank top hitam di dalamnya.

Untuk bagian bawah, Jeng Yah memadukan dengan rok lilit kain batik. Untuk aksesorinya, hanya menggunakan anting dan bros. Dengan sedikitnya aksesori menunjukkan kesederhanaan sosok Jeng Yah tetapi tetap elegan.

Baca juga: 9 Ragam Baju Adat Jawa yang Harus Diketahui

Kebaya janggan yang muncul di Gadis Kretek telah berhasil membawa nuansa baru dalam dunia mode Indonesia. Kini, makin banyak yang mulai mengenakan kebaya ini di berbagai acara. Selain memadukannya dengan bros, bisa juga mengenakan obi belt untuk penampilan lebih stylish.

Exit mobile version