Mengulas Makan Bajamba, Tradisi Makan Bersama yang Sarat Makna

JNEWS – Makan bajamba merupakan sebuah tradisi unik yang berasal dari nenek moyang. Kalau dilihat sekilas, mungkin hanya tampak orang duduk bersama lalu makan makanan yang sama.

Namun, ternyata, di balik sesuatu yang tampak sederhana itu, ada nilai-nilai yang sudah lama dijaga dan diwariskan turun-temurun. Terutama, soal kebersamaan, kehangatan, dan juga tentang norma-norma masyarakat yang masih terus dipelihara dan dipatuhi sampai sekarang.

Tradisi ini memang bukan hal baru, atau tradisi ‘hidden gem’. Bahkan, di beberapa daerah, makan bajamba masih jadi bagian penting dalam berbagai acara besar. Momen ini sering banget ada di setiap kesempatan.

Mungkin saja keunikan ini lantas membuat kita bertanya-tanya. Dari mana asal-usul tradisi yang mengedepankan gotong royong ini? Kenapa harus makan bersama dengan cara yang unik seperti itu? Apakah ada makna yang tersimpan di dalamnya?

Apa Itu Jamba dan Bagaimana Makan Bajamba Dimulai

Makan Bajamba, Tradisi Makan di Minangkabau
Sumber: tourism.solselkab.go.id

Dikutip dari website Solok Selatan Tourism, jamba adalah nampan besar atau dulang berisi nasi dan aneka lauk-pauk. Biasanya terdiri atas beragam masakan khas Minang. Ada rendang, gulai, sambal lado, dan aneka lauk lainnya. Rasanya kuat, bumbunya kaya, dan semuanya menggugah selera.

Jamba yang sudah diisi dengan lauk pauk dan nasi ini kemudian akan dimakan bersama beberapa orang, bahkan bisa sampai belasan ribu orang. Tradisi makan bersama ini kemudian disebut makan bajamba.

Tradisi makan bajamba dipercaya awalnya berasal dari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Tradisi ini sudah sangat tua, bahkan diperkirakan sudah ada sejak Islam masuk ke Minangkabau sekitar abad ke-7.

Karena itu, tak heran kalau banyak aturan dalam makan bajamba yang berlandaskan ajaran Islam. Misalnya, harus mendahulukan orang yang lebih tua untuk mengambil makanan lebih dulu, baru kemudian yang muda menyusul.

Baca juga: Mencari Soto Padang Terbaik di Sumatra Barat dan Asal Usulnya

Persiapan Makan Bersama

Menyiapkan makanan ini bukan tugas satu dua orang saja. Biasanya ada banyak orang turun tangan. Ada yang masak, ada yang menata, ada yang menyiapkan tempat. Ya, tradisi ini memang merupakan salah satu bentuk gotong royong, yang sudah lama menjadi jiwa bangsa Indonesia.

Semua makanan yang sudah disiapkan kemudian disusun rapi dalam satu wadah besar. Kadang juga dibagi dalam beberapa wadah, lalu diletakkan di tengah lingkaran tempat duduk. Setelah selesai dan rapi, jamba kemudian ditutup dengan tudung saji. Tudung saji ini terbuat dari anyaman daun enau. Bagian atasnya ada lapisan kain khusus yang disebut dalamak, yaitu kain bersulam benang emas.

Tradisi makan bajamba dilakukan di ruangan atau tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Ada banyak orang yang akan ikut, bahkan kalau memang perlu, bisa sampai ribuan peserta.

Mengatur banyak orang untuk makan bersama sudah pasti bukan pekerjaan mudah. Supaya lebih tertib, para peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok biasanya berisi tiga sampai tujuh orang. Mereka duduk melingkar di lantai, dan di tengah-tengah sudah tersedia satu dulang jamba lengkap dengan piring-piring berisi nasi dan lauk.

Adab dan Posisi Duduk dalam Makan Bajamba

Walau semuanya duduk di lantai dengan posisi melingkar, ada perbedaan dalam cara duduk antara laki-laki dan perempuan. Peserta laki-laki duduk bersila atau baselo. Sementara peserta perempuan duduk bersimpuh atau basimpuah. Semua orang harus duduk dengan tegap, karena hal ini merupakan bagian dari tata krama makan bersama.

Sebelum mulai makan, biasanya ada pembukaan berupa pertunjukan seni tradisional Minangkabau. Kadang diselingi pula dengan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan berbalas pantun.

Setelah selesai, semua makanan harus dihabiskan. Tidak boleh ada sisa nasi di piring. Ini bentuk rasa hormat kepada rezeki.

Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa tradisi makan bajamba ini punya banyak makna. Selain untuk makan bersama, tradisi ini juga mengajarkan tentang saling menghargai, menjaga adab, dan merawat kebersamaan dengan cara yang sederhana tapi bermakna.

Yang unik, pada 1 Desember 2006, Kota Sawahlunto mencatat sejarah unik. Dalam rangka memperingati HUT ke-123 kota tersebut, digelar acara makan bajamba besar-besaran. Jumlah pesertanya mencapai lebih dari 16 ribu orang. Luar biasa kan?

Besarnya jumlah peserta itu membuat acara ini tercatat di Museum Rekor Indonesia. Tak hanya dari segi jumlah, rekor juga mencatat barisan orang duduk melingkar terpanjang yang pernah ada. Pastinya, hal ini menjadi hari bersejarah yang membanggakan bagi Kota Tambang Batu Bara tersebut.

Baca juga: Sejarah dan Sensasi Sate Padang: Menelusuri Asal-Usul hingga Lokasi Terbaiknya

Tradisi makan bajamba adalah tradisi. Nilainya lebih dari sekadar kebiasaan makan bersama. Di balik susunan piring dan posisi duduk yang diatur rapi, ada rasa kebersamaan dan saling menghormati yang dijaga turun-temurun.

Momen ini jadi pengingat bahwa makan bisa jadi ruang berbagi. Tak cuma agar kenyang, tapi ternyata juga membawa adat dan tradisi yang sudah berusia panjang.

Exit mobile version