Salah satu permasalahan yang dirasakan oleh sebagian besar pelaku UMKM adalah keterbatasan atau sulitnya mereka dalam mendapatkan akses pembiayaan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) terus berupaya untuk mendorong pemanfaatan digitalisasi untuk mempermudah pelaku UMKM mendapatkan akses pembiayaan.
Seperti disampaikan oleh Menkop UKM Teten Masduki, Indonesia memiliki gap yang cukup tajam dalam hal pembiayaan, yakni sekitar Rp1.600 triliun. Pemberian porsi kredit dari institusi perbankan kepada pelaku UMKM pun masih sangat rendah. Oleh karenanya, hadirnya perusahaan fintech dinilai dapat menjembatani gap pembiayaan tadi.
Baca Juga: Punya Pasar, KemenkopUKM Dukung Korporasi Peternak Domba dan Kambing
“Jadi kita tahu misalnya saat ini porsi kredit perbankan untuk UMKM baru sekitar 20%. Kita ingin targetkan nanti di tahun 2024 nanti bisa di atas 30%. Untuk bisa mencapat target tersebut, saya kira teknologi fintech atau layanan digital keuangan memberikan kontribusi yang cukup besar untuk memberikan kemudahan akses pembiayaan,” ujar Menteri Teten dalam sesi diskusi di ajang Indonesia Fintech Summit 2021 beberapa waktu lalu.
Saat ini tecatat sudah ada 16,4 juta pelaku UMKM yang terhubung ke platform digital. Catatan tersebut meningkat sangat jauh bila dilihat dari jumlah yang ada di awal pandemi, yakni sekitar 8 juta UMKM yang sudah on boarding di ekosistem digital atau naik sekitar 104%. Meneteri Teten pun menilai bahwa pandemi Covid-19 lah yang menyebabkan percepatan digitalisasi.
Tidak hanya itu, dikatakan Menteri Teten bahwa saat ini UMKM yang sudah terhubung ke platform digital itu juga memiliki resiliensi yang cukup baik. Meski selama pandemi cukup banyak dari UMKM yang mengalami penurunan pendapatan atau omset, justru mereka yang sudah tergabung dengan ekosistem digital mereka mengalami pertumbuhan yang luar biasa.
Baca Juga: Menkop UKM Instruksikan Perlakuan Khusus KUR untuk UMKM Terdampak Erupsi Semeru
Hambatan digitalisasi UMKM
Di samping masalah gap pembiayaan, Kemenkop UKM juga melihat bahwa ada sejumlah permasalahan atau hambatan yang dijumpai oleh pelaku usaha mikro, di mana pemanfataan teknologi masih merupakan sesuatu hal yang baru bagi sebagian besar mereka.
“Memang di sini banyak pelaku UMKM yang masih low-educated dan juga memiliki literasi keuangan maupun digital yang masih minim. Namun, kami tidak khawatir karena sebenarnya di market digial juga ada yang disebut dengan middle-man, yakni para reseller dari kalangan kelas menengah yang berpendidikan, seperti mahasiswa atau mereka yang banyak bekerja di sektor formal karena putus kerja, yang menjadi reseller dari produk-produk UMKM,” tuturnya Menteri Teten.
Dikatakan Menteri Teten, selain minimnya literasi digital, kapasitas produksi dengan daya saing produk juga menjadi permasalahan. Banyak dari mereka yang sudah on boarding ke online, tapi tidak bertahan lama. Untuk itu, pihaknya pun sudah membicarakan hal ini dengan para pemilik e-eommerce untuk membuat platform digital yang lebih captive atau lokal.
“Sehingga usaha usaha mikro yang kapasitas produksinya tidak sanggup untuk memenuhi permintaan nasional apalagi global, nanti mereka akan diplot khusus untuk pasar lokal,” tutupnya.
Baca Juga: Langkah-langkah Digital Marketing Agar Jualanmu Laku