JNEWS – Rawa Pening, sebuah danau alami yang memesona, terletak di antara kontur Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Keindahannya bukan hanya dari luas perairan yang menghampar tetapi juga dari cerita legenda yang menyelimutinya.
Danau ini dikenal sebagai rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna, menambah kekayaan alam yang berlimpah di Jawa Tengah. Lingkungan sekitar Rawa Pening telah berkembang menjadi tujuan wisata yang menarik, berkat kombinasi antara pemandangan alam dan kearifan lokal yang dipertahankan oleh masyarakat setempat.
Pengunjung yang datang ke danau ini tidak hanya terpikat oleh kecantikan alam, tetapi juga terhanyut dalam kekayaan budaya yang ditawarkan. Kisah-kisah dari masa lalu dan interaksi harian penduduk dengan alam menunjukkan betapa dalamnya hubungan antara manusia dan lingkungan di tempat ini.
Legenda Rawa Pening
Di samping keindahannya, Rawa Pening ternyata menyimpan cerita rakyat yang menarik terkait asal-usulnya.
Dahulu kala, di Desa Ngasem, terdapat seorang perempuan cantik bernama Endang Sawitri. Ayahnya yang merupakan kepala desa mengirimnya mengambil pusaka dari Ki Hajar Salokantara untuk sebuah upacara di Desa Ngalem.
Di perjalanan pulang, Endang Sawitri istirahat di bawah pohon dan secara tidak sengaja meninggalkan pusaka di pangkuannya, yang kemudian hilang. Setelah mengetahui hilangnya pusaka tersebut, ayahnya berusaha menyelesaikan masalah dengan Ki Hajar. Ki Hajar menyadari pusaka tersebut sekarang ada dalam rahim Endang, dan akhirnya setuju untuk menikahi Endang demi menyelamatkan reputasinya.
Setelah pernikahan, Ki Hajar memutuskan untuk bertapa di gua Gunung Ungaran untuk menghilangkan kutukan. Sembilan bulan kemudian, Endang melahirkan naga, yang ia besarkan dengan penuh kasih.
Ketika naga tersebut dewasa, ia mengunjungi Ki Hajar yang sedang bertapa. Untuk membuktikan identitasnya, naga tersebut mengenakan gelang dari ibunya. Namun ternyata mengenakan gelang saja tak cukup agar Ki Hajar percaya bahwa naga tersebut adalah anaknya.
Ki Hajar kemudian meminta naga itu melingkari Gunung Ungaran untuk membuktikan kekuatannya. Naga itu berhasil dan Ki Hajar percaya. Namun, Ki Hajar kemudian memintanya untuk bertapa lagi guna menghilangkan kutukannya.
Naga tersebut, setelah bertapa, berubah menjadi manusia namun menderita penyakit kulit. Ketika ia mendatangi sebuah desa untuk meminta makan, ia ditolak dan diusir kecuali oleh seorang nenek, Nyai Latung, yang memberinya makanan dan minuman.
Merasa terluka oleh perlakuan penduduk desa, naga tersebut memutuskan untuk membalas. Namun, sebelumnya Sang Naga meminta Nyai Latung untuk menyelamatkan diri terlebih dulu.
Kemudian, di kerumunan desa, naga tersebut menantang penduduk untuk mencabut lidi yang ditancapkannya. Banyak orang berusaha mencabut lidi tersebut. Ketika lidi itu akhrinya bisa dicabut, tiba-tiba keluarlah air membanjiri desa tersebut. Tak ada manusia tersisa, kecuali Nyai Latung. Desa tersebut menjadi rawa, yang disebut Rawa Pening karena kejernihan airnya.
Baca juga: Situ Bagendit: Panduan Wisata, Sejarah, dan Legenda di Balik Danau
Keunikan Rawa Pening
Rawa Pening terletak di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Semarang. Tempat ini menawarkan pemandangan danau yang luas dan terletak di cekungan antara Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Areanya meliputi empat kecamatan, yakni Bawen, Ambarawa, Tuntang, dan Banyubiru.
Dikutip dari situs Dinas Lingkungan Hidup Jawa Tengah, danau ini memiliki luas sekitar 2.670 hektare dan hampir setengah dari areanya ditutupi oleh tumbuhan enceng gondok. Meski tumbuhan ini bermanfaat sebagai perlindungan untuk ikan dan biota lainnya dari sinar matahari, pertumbuhannya yang cepat menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola.
Meski demikian, banyaknya tumbuhan ini tak mengurangi keindahan Rawa Pening. Danau ini tidak hanya menjadi destinasi wisata tetapi juga tempat penduduk lokal mencari nafkah dengan memancing dan menangkap ikan. Kehadiran banyak perahu nelayan menambah keelokan danau ini.
Pengunjung yang ingin merasakan suasana di atas air dapat menyewa perahu dengan harga terjangkau yaitu Rp30.000, untuk tur selama 40 menit. Di sisi lain danau, terdapat rumah makan apung yang menawarkan aneka hidangan ikan segar. Pengunjung dapat menikmati hidangan ikan bakar atau goreng dengan harga yang terjangkau, menambah pengalaman kuliner di tepi danau.
Panduan Wisata ke Rawa Pening
Untuk mengunjungi Rawa Pening, perjalanan dapat dimulai dari Ambarawa. Dari monumen Palagan Ambarawa, arahkan kendaraan menuju Banyubiru. Terdapat petunjuk jalan yang memudahkan pengunjung mencapai danau alami ini, yang terletak dekat dengan jalan raya utama.
Di kawasan Rawa Pening, pengunjung akan menemukan Kampung Rawa, sebuah area yang dikembangkan oleh penduduk setempat. Di sini, terdapat berbagai fasilitas, termasuk rumah makan apung yang menawarkan pengalaman makan di atas air yang diceritakan di atas.
Selain itu, terdapat berbagai wahana rekreasi seperti becak mini, perahu karet, bebek air, dan wisata perahu yang berkeliling danau. Biaya untuk menikmati wahana ini terjangkau, menjadikan Rawa Pening pilihan yang ekonomis untuk berbagai aktivitas.
Rawa Pening buka setiap hari mulai dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 21.00 malam. Tiket masuk ke lokasi ini dibanderol dengan harga yang sangat terjangkau, yaitu Rp2.500 per orang, membuatnya mudah diakses oleh semua pengunjung.
Baca juga: Sejarah Sam Poo Kong: Jejak Tiongkok di Jantung Semarang
Rawa Pening tidak hanya menyajikan keindahan alam yang menakjubkan tetapi juga memperkaya pengunjung dengan cerita dan legenda yang telah turun-temurun. Kehadiran danau ini sebagai simbol keharmonisan antara alam dan kebudayaan setempat menawarkan pelajaran tentang pentingnya melestarikan lingkungan kita.