JNEWS – Tempat wisata di Banda Aceh yang paling ikonik adalah tempat-tempat di mana bisa ditemukan jejak-jejak tsunami. Tsunami tahun 2004 tersebut menjadi pelajaran yang sangat menyakitkan bagi seluruh umat manusia karena tidak hanya melanda Banda Aceh, tapi juga meratakan sebagian pesisir Samudra Hindia.
Kunjungan ke tempat-tempat seperti ini menjadi pengingat agar memperhatikan mitigasi bencana, mempertebal rasa kemanusiaan, dan menjaga sikap rendah hati.
5 Tempat Wisata di Banda Aceh Menelusuri Jejak Tsunami
Dikutip dari laman Museum Tsunami Aceh, bencana alam dahsyat itu diawali dengan gempa bumi pada tanggal 26 Desember 2004, pukul 07.58, dengan kekuatan 9,3 skala Richter yang diikuti dengan tsunami di Indonesia, Thailand, Srilanka dan India. Korban mencapai 170.000 jiwa.
Beberapa bekas tsunami tidak dipindahkan, bahkan dirawat sebagai tempat wisata di Banda Aceh untuk menghormati para korban dan relawan, serta keluarga mereka. Berikut adalah 5 tempat wisata di Banda Aceh yang berhubungan dengan tsunami.
1. Museum Tsunami Aceh
Museum empat lantai ini berdiri tanggal 23 Februari 2009 dan dirancang oleh Ridwal Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat yang memang arsitek, setelah memenangkan sebuah kompetisi. Tempat wisata di Banda Aceh ini menyimpan 6.038 koleksi, yang terdiri dari koleksi etnografika, arkeologika, biologika, teknologika, keramonologika, seni rupa, numismatika dan heraldika, geologika, filologika, serta historika dan ruang audio visual.
Uniknya, koleksi yang dipamerkan hanya 1.300 dan dirotasi tiap 6 bulan sekali. Pengunjung akan mendapatkan pengalaman yang berbeda tiap datang ke sini.
Ruangan yang tidak boleh dilewatkan adalah The Light of God, yang berisi nama-nama korban tsunami. Di ruangan ini, pengunjung dapat mendoakan para korban tsunami.
Museum Tsunami terletak di Jalan Sutan Iskandar Muda No. 3 Gampong Sukaramai, Baiturrahman. Museum buka setiap hari kecuali Jumat, pukul 09.00-16.00. Harga tiket masuk untuk pelajar Rp3.000, umum Rp5.000, dan turis asing Rp15.000.
Baca juga: Museum Tsunami di Aceh: Sejarah, Arsitektur, dan Panduan Berkunjung
2. Museum PLTD Apung
Kapal yang merupakan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung ini merupakan bukti sejarah sebesar apa tsunami Aceh. Saat itu seharusnya PLTD Apung berada di Pelabuhan Ulee Lheue, yang berjarak 3 kilometer dari lokasi kapal itu ditemukan. Padahal, ukuran kapal ini besar dan berat karena merupakan PLTD. Panjang kapal ini mencapai 63 meter dengan berat 2.600 ton. Dahulu PLTD ini mampu menghasilkan listrik sebesar 10,5 megawatt.
Akibat tsunami, PLTD ini tidak dapat berfungsi lagi. Mulai tahun 2010, kapal ini dijadikan museum sebagai sarana edukasi mitigasi bencana. Tempat wisata di Banda Aceh ini dilengkapi dengan dua menara, sebuah monumen, dan air mancur. Teropong besar kapal masih berfungsi dan pengunjung bisa mencobanya dengan memasukkan koin Rp500.
Pengunjung ke museum ini selalu ramai tetapi tidak dikenai tiket masuk, cukup membayar uang parkir seikhlasnya. Alamat Museum PLTD Apung ada di Desa Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru. Museum buka tiap hari pukul 08.30-17.00, kecuali Jumat pukul 14.00-17.00. Museum akan tutup sebentar setiap waktu salat.
3. Kapal di Atas Rumah Lampulo
Masyarakat tidak akan melupakan foto dan video kapal yang tersangkut di atas rumah warga ini. Kapal ini ditemukan satu kilometer dari tempatnya ditambatkan. Namun yang membuatnya banyak dibicarakan adalah posisinya yang tersangkut di lantai dua rumah Ibu Misbah (Buk Abes) di Gampong Lampulo. Mengerikan sekali membayangkan ketinggian tsunami saat itu.
Panjang kapal tersebut sekitar 25 meter dengan lebar 5,5 meter dan berat 20 ton. Walau tak sebesar kapal Nabi Nuh, tetapi kapal ini merupakan simbol keajaiban dan harapan karena pernah menjadi tempat berlindung bagi 59 warga.
Kapal tersebut dibiarkan tetap di posisinya dan menjadi situs bencana bersejarah yang patut dikenang. Agar posisinya tidak membahayakan pengunjung, maka ditambahkan beberapa penyangga.
4. Masjid Raya Baiturrahman
Masjid ini tak sekadar menjadi ikon Kota Banda Aceh tetapi juga menjadi penyelamat bagi ribuan orang tanpa memandang suku, ras, dan agama. Bahkan salah satu warga sempat merekam momen beberapa warga berhasil menaiki bagian atas masjid sementara di bawahnya mobil-mobil terseret air yang sangat deras dan berwarna gelap.
Masjid ini dibangun pada tahun 1612, yaitu pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu, Masjid Baiturrahman menjadi pusat penyebaran agama Islam di Asia Tenggara. Masjid ini pernah dibakar habis oleh Belanda untuk membalas kekalahannya pada agresi pertama. Namun Belanda membangunnya kembali untuk menarik simpati masyarakat.
Setelah tsunami, seluruh halaman masjid ini penuh dengan puing-puing kayu, kasur hingga kulkas. Saat ini, halaman Masjid Baiturrahman sudah hijau sehingga bangunannya terlihat makin megah dan mampu menampung 24.000 jemaah. Wisatawan dapat berkunjung ke masjid ini untuk salat, melepas lelah, dan mendoakan orang-orang yang tak sempat menyelamatkan diri.
Baca juga: 6 Masjid Terbesar di Indonesia dan Daya Pikatnya
5. Masjid Baiturrahim Ule Lheue
Masjid yang dulu dikenal sebagai Masjid Jami’ ini jauh lebih kecil dari Masjid Baiturrahman, bahkan letaknya sangat dekat dengan pantai. Namun ajaibnya, masjid ini tetep berdiri meski daerah di sekitarnya rata dengan tanah. Masjid Baiturrahim hanya kemasukan air dan mengalami sedikit kerusakan. Masjid ini berdiri sejak zaman Kesultanan Aceh. Setelah tsunami, Masjid Baiturrahim direnovasi dengan mempertahankan bentuk lamanya.
Sekarang, masjid yang mampu menampung 1.500 jemaah ini menjadi destinasi wisata religi. Di sayap kanan masjid telah ditambahkan galeri sejarah yang berisi dokumentasi masjid dari berbagai zaman, termasuk foto-foto tsunami. Karena masjid ini dekat pantai, pengunjung dapat melihat dari mana datangnya tsunami.
Tempat wisata di Banda Aceh yang terkait dengan bencana tsunami merupakan destinasi yang tepat untuk melakukan refleksi bahwa manusia itu sangat rapuh. Ada kekuatan alam yang tidak bisa dilawan, namun manusia dapat berusaha dengan meminimalkan korban melalui edukasi mitigasi bencana.