Menjadi kurir JNE buka pekerjaan mudah, apalagi harus bekerja di daerah seperti di Tebing Tinggi, Empat Lawang. Namun hal itu tak menyurutkan Muhammad Tito, kurir JNE tetap semangat masuk sampai plosok, memastikan paket sampai ke tangan konsumen.
“Paket JNE,” teriak Tito dari luar rumah konsumen. Dia mengenakan seragam JNE, mengendarai motor sambil membawa dua kota cukup besar. Di dalamnya berisi berbagai paket beragam ukuran untuk diantar ke pelanggan.
Mitra JNE ini menyapa dengan ramah dan sangat. “Masih banyak yang harus di antara, sebab kita (kurir) hanya bertiga di kantor,” kata Tito kepada Sumatera Ekspres.
Menurut pria berusia 42 tahun itu, menjadi kurir penuh tantangan. Apalagi dirinya mengantar paket ke daerah pelosok, masuk kawasan hutan dan perkebunan. Tak jarang dia sering ketemu biawak besar di perjalanan. “Harus kuat dan punya mental,” ucapnya.
BACA JUGA :Â 15 Tahun Jadi Agen JNE, Een dari Tak Punya Kini Jaya dengan 17 Armada
Di Empat Lawang, dirinya dipercaya mengantar paket di Tebing Tinggi dengan 3 cakupan daerah, Talang Pagang, Saling, dan Tebing Tinggi. “Jaraknya jauh-jauh, kalau mengantar paket ke desa paling tidak menempuh jarak 30-40 km,” ucapnya.
Ayah dua anak ini mengatakan medan yang dilalui kebanyakan tanah merah yang jelek, terutama desa dalam perkebunan. Kalau hujan medan makin sulit, apalagi menggunakan motor.
“Kadang juga yang mengantar paket waswas dan berdoa semoga tidak hujan. Kalau hujan, sulit masuk desa,” katanya.
Ada juga jalur harus melewati jembatan gantung. “Kalau sudah lewat di situ waswasa. Selain tidak kokoh, aliran sungai di bawahnya sangat deras,” katanya.
BACA JUGA : Sedekah ‘Pupuk’ Pertumbuhan JNE
Masih ada lagi tantangan lainnya, yakni sinyal, sebab beberapa desa tidak ada sinyal. Ketika mau hubungi atau konfirmasi pelanggan, kerap tidak ada tanggapan. Tak berhenti di situ, kadang nama penerima tidak jelas dan hanya cantumkan nama depan sehingga warga kuran familiar dengan penerima paket.
Selam mengantar paket, Tito sering mendapat komplain terutam dengan metode COD. “Masalahnya bukan dipelayanan, tapi pemahaman konsumen tentang jasa pengiriman dan marketplace. Banyak konsumen, ketika barang tidak sesuai atau jumlah kurang, komplain ke JNE,” katanya.
Tito mengaku serawan apapun wilayah, dia tetap mengantar paket hingga ke tanggan konsumen. “Kami punya komitmen barang harus sampai ke tanggan pelanggan,” katanya lagi.
“Saya ingat betul, bagi kami yang tinggal di daerah, ketika kami mengantar paket yang ditunggu konsumen, kadang mereka senang bukan main. Itulah yang juga buat saya selalu semangat mengantar paket,” kata Tito.
Ridwan, kurir JNE dan bertugas kawasan KM 5 kota Palembang, mengatakan jadi kurir bukanlah hal mudah, apalagi saat ini ada sistem COD. Banyak pesanan tidak sampai ke pelanggan lantaran tidak jelas penerimanya, dari 100 pemesanan, hanya 80 persen sampai ke pelanggan, selebihnya balik lagi.
Ridwan bekerja sebagai kurir menggunakan mobil boks JNE, menariknya dia dibantu oleh kenek yang merupakan istrinya sendiri. Dalam sehari, pasangan ini bisa mengantar 15-20 paket ke tangan konsumen.
“Jadi kurir memang bukan pilihan, tapi menyenangkan ketika bisa bekerja dan memastikan paket sampai ke pelanggan,” katanya.
Branch Manager PT Jalur Nugraha Ekakuri (JNE) Palembang, Muhammad Daud mengatakan, JNE hadir di seluruh kabupaten kota Sumsel sampai pelosok terpencil.
BACA JUGA :Â Sah, Pemerintah Larang Mudik Lebaran 2021 bagi Seluruh Masyarakat
“Kehadiran kita di seluruh daerah untuk bantu masyarakat mengirim barang,” katanya.
JNE ikut mendorong dan menghidupkan perekonomian masyarakat, dimana pelaku usaha bisa menjadikan JNE sebagai mitra membangun usaha. Total UMKM bekerja sama mencapai 3.000 diberbagai bidang.
Penulis – Ardila Wahyuni Pemenang JNE Competition 2020 dari Sumatera Ekspres/Palembang