Pandemi COVID 19 yang masih berlangsung hingga saat ini, sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakat Indonesia. Banyak sektor industri dan ekonomi membatasi kegiatan bahkan terpaksa harus menutup usahanya, dan berdampak pada hilangnya mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat.
Urusan pun tambah pelik tatkala kebutuhan dasar dan kebutuhan lainnya tetap harus dipenuhi dan jalan pintas peminjaman uang secara cepat menjadi salah satu opsi.
Seolah memanfaatkan kondisi perekonomian masyarakat tersebut, perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal pun kian marak. Mereka menawarkan pinjaman cepat dengan sistem penagihan yang tidak beretika, yang belakangan semakin meresahkan masyarakat.
Baca juga : Inspirasi ‘How to Get Elegant Look’ Saat Hadiri Acara Formal
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengatakan keberadaan pinjol tak hanya meresahkan tapi juga membawa kerugian pada industri pinjaman cepat di Indonesia.
“Kinerja dan kontribusi baik dari industri ini tercoreng karena hadirnya oknum pinjol yang tidak bertanggung jawab. Karenanya AFPI sangat mendukung usaha semua pihak untuk memberantas keberadaan pinjol ilegal ini. Sejauh ini, AFPI bersama OJK dan instansi lainnya seperti Kemenkominfo, Kepolisian dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), terus berkolaborasi untuk membatasi gerak dan memberantas perusahaan pinjaman ilegal yang merugikan masyarakat.” kata Adrian.
Tidak bisa dipungkiri kehadiran pinjaman cepat dan taktis bagi masyarakat Indonesia memiliki kontribusi yang signifikan dan positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap dana taktis, terutama dalam kondisi darurat.
Hingga 31 Juli 2021, total penyaluran pinjaman fintech pendanaan telah mencapai Rp 236,47 Triliun kepada lebih dari 66 juta masyarakat Indonesia. Kasus gagal bayar serta penagihan tidak beretika yang dilakukan perusahaan pinjol ilegal yang marak saat ini, telah mencederai semangat industri fintech pendanaan untuk membantu masyarakat meningkatkan perekonomian mereka.
Baca juga : Pemerintah Minta UMKM Manfaatkan Digiku dan Jauhi Pinjol
Sebagai asosiasi yang merupakan wadah pelaku usaha fintech P2P (Peer to Peer) Lending atau fintech pendanaan bersama di Indonesia, AFPI berkomitmen penuh mendorong akses pendanaan untuk inklusi melalui jasa keuangan digital, dengan mengusung arsitektur yang meliputi: policy advocacy, code of conduct, literasi dan edukasi, data knowledge and intelligence, dan kolaborasi.
Dalam upaya menjaga kompetensi SDM di dalamnya, AFPI rutin menyelenggarakan sertifikasi pada tiap-tiap profesi. Hal ini guna memastikan SDM terkait melakukan fungsi sesuai koridor yang sudah ditentukan.
Selain itu, AFPI pun bertugas menjadi garda depan dalam melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat dan risiko dari fintech pendanaan. Dalam hal ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya, AFPI akan mengambil langkah tegas dengan mengenakan sanksi yang berlaku.
“Dengan keberadaan AFPI yang menaungi perusahaan fintech pendanaan yang terdaftar dan diawasi OJK, diharapkan masyarakat tidak perlu merasa khawatir, karena secara konsisten, AFPI terus meningkatkan kedisiplinan para anggotanya untuk beroperasi sesuai dengan pedoman perilaku industri, peraturan regulator dan Undang-undang (UU) yang berlaku,” tutup Adrian.